Pernah Terima Rp 150 Ribu, Kini Ketakutan

Senin 21-02-2022,04:00 WIB
Editor : Noor Arief Prasetyo

SATU per satu mulai bercerita pengalamannya. Itu berkaitan dengan penggelapan dana pembangunan Masjid Al-Islah, Kenjeran, yang diduga dilakukan Wahid Ansori, ketua panitia pembangunan masjid. Kasusnya sedang bergulir di Satreskrim Polrestabes Surabaya.

Namun, laporan itu membuat banyak pihak ikut ketakutan. Salah satunya Kayik. Pria berusia 42 tahun itu adalah petugas yang menggalang dana di malam hari. Ia juga sempat disuruh mengantarkan beberapa aset masjid ke rumah mertua Wahid di Desa Turi, Lamongan. Itu sudah tiga kali dilakukan.

”Dulu, sudah lama. Sekitar 2018,” katanya kemarin (20/2).

Barang yang pernah diantarkannya adalah barang bekas milik masjid dari material bangunan rumah ibadah lama. Mislanya, genting dan kayu. Ada juga keramik. Tapi, itu dibeli sendiri oleh Wahid.

Saat mengantar semua barang tersebut, Kayik menggunakan mobil operasional masjid. Pikap L300. ”Setiap kali saya mengantar, diberi upah Rp 150 ribu,” ungkapnya.

Namun, upah diambil dari kas pembangunan masjid. Sebab, itu diberikan bersamaan dengan upahnya sebagai penggalang dana. ”Saya mendapat upah Rp 40 ribu per malam. Seminggu sekali kami mendapat upah. Setiap Sabtu,” paparnya.

Kayik tak menyangka, Wahid akan tersandung masalah hukum. Kayik yang bekerja di bengkel mobil itu mau menjadi tenaga penggalang dana di malam hari karena diajak Wahid.

Itu dijalaninya dengan niat ibadah. Pun, selama menjadi penggalang dana, ia tidak pernah mengetahui jumlah donasi yang dihimpun timnya.

”Setiap selesai menggalang dana, uang langsung diambil Wahid. Tidak pernah dihitung bersama-sama. Kami anggota malam ada sembilan orang,” ucapnya.

Ia juga sempat dimintai tanda tangan oleh Wahid terkait laporan pertanggungjawaban (LPj) penggunaan dana Rp 4 juta. Uang itu diperoleh dari penggalang dana siang. ”Saya gak mau tanda tangan. Kalau ada tanda tangan saya, berarti itu palsu,” katanya lagi.

Wahid selama menjadi ketua pembangunan masjid mulai 2017 sampai 2020 hanya sekali membuat LPj. Yaitu, pada 2020. Saat itu baru diketahui bahwa ternyata dalam satu bulan, penggalangan dana tim malam tidak pernah ada yang tembus sampai Rp 100 juta. Paling tinggi hanya Rp 60 juta.

Tapi, kini selama ketua panitia pembangunan diganti, ia sempat diminta untuk menghitung pendapatan mereka selama sebulan. Hasilnya malah menyentuh Rp 100 juta. Padahal, kondisi sekarang lagi sepi. Tidak seperti dulu sebelum ada pandemi Covid-19.

”Ini kan aneh, ya,” ucapnya.

Parahnya lagi, dalam laporan Wahid di Juni 2018, tidak ada setoran yang dilakukan. Padahal, penggalangan dana tidak pernah libur. ”Kami melakukan penggalangan setiap hari. Kami tidak pernah berhenti,” ucapnya.

Kini Kayik merasa khawatir. Sebab, ia sempat diancam Wahid. Ia akan diseret ke kasus penggelapan tersebut.

Tags :
Kategori :

Terkait