Yang bisa juga dibalik. Justru dengan memengaruhi masyarakat main binomo, Indra kaya raya. Walau tidak ia sebutkan, berapa fee yang ia terima sebagai afiliator.
Sebab, orang kaya yang meraih kekayaan dengan kerja keras dan legal malah berkebalikan. Cenderung menyembunyikan kekayaan.
Doktor sosiologi dari Harvard University, Amerika Serikat (AS), Brooke Harrington, dalam ulasan ilmiah populer, dimuat di The Guardian, 19 Oktober 2018, bertajuk The bad behavior of the richest: what I learned from wealth managers, menyebutkan:
Mayoritas orang kaya AS berusaha keras menyembunyikan kekayaannya. Sampai-sampai, mereka menyewa pakar, yang bisa mencegah publikasi pers tentang kekayaan mereka. Pastinya, mereka tidak masuk daftar orang kaya majalah Forbes.
Itu hasil riset Harrington. Alasan orang kaya ”ngumpet” beraneka ragam. Itu diuraikan dalam bukunyi, Capital without Borders: Wealth Management and the One Percent (Harvard University Press, 2016).
Tapi, yang dimuat di The Guardian, antara lain, alasan menghindari pajak.
Disebutkan, banyak yang bahkan menampilkan diri mereka sebagai tunawisma (untuk menghindari pajak) meskipun sesungguhnya punya banyak tempat tinggal.
Bagi mereka, dipandang sebagai tidak memiliki tempat tinggal tetap justru menguntungkan.
Harrington mewawancarai seorang sangat kaya (identitas rahasia) yang punya delapan kewarganegaraan. Salah satunya warga negara Thailand.
Si Kaya kepada Harrington: ”Saya bukan wajib pajak di mana pun. Petugas pajak AS pernah mendesak saya: Tunjukkan kepada saya, tagihan listrik Anda."
Lalu, si Kaya menyodorkan kertas ke petugas. Di situ tertera tulisan dalam huruf Thailand. Kertas itu memang nota pembayaran listrik. Tapi, petugas pajaknya pusing oleh huruf-huruf tersebut.
Intinya, orang sangat kaya, menurut Harrington, lebih suka dianggap sebagai tunawisma. Sebaliknya, tunawisma beneran (di AS) selalu antre di banyak gereja agar mereka bisa tidur, hanya untuk malam itu. Besoknya antre lagi.
Tapi, ini kan soal Indra Kenz. Yang suka pamer mobil mewah. Dan, kemewahan itu bakal disita negara.
"Kemewahan yang dipamerkan memicu kriminalitas," kata sosiolog top dunia dari Harvard University, AS, Robert King Merton (1910–2003).
Itu ia cetuskan dalam strain theory. Induk teori kriminologi-sosiologi yang terus disempurnakan para pakar hingga kini.
Strain theory (teori ketegangan sosial) berupaya mengungkap penyebab orang bertindak kriminal. Terutama kejahatan properti, kejahatan yang bermotif merebut harta.