Wayang Toa

Selasa 01-03-2022,04:00 WIB
Reporter : Arif Afandi
Editor : Yusuf M. Ridho

WAYANG hidup kembali. Bukan oleh para dalang. Tapi, dipicu Ustad Khalid Basalamah. Bahkan, diskursus wayang telah melahirkan tingkah polah yang meresahkan.

Ini sama dengan meresahkannya kebisingan toa untuk melengkingkan azan, panggilan salat di masjid. Bukan azannya, lho! Jangan salah paham.

Tapi, suara dan durasi yang mengiringinya. Yang direspons banyak polah tingkah sebagian umat. Sehingga jadi viral dan jadi isu nasional.

Keresahan nasional tentang wayang dipicu ceramah Ustad Khalid Basalamah. Polemik soal toa masjid bersumber dari surat edaran Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

Dunia pewayangan resah karena Ustad Basalamah mengharamkan dan bilang perlu dimusnahkan. Sedangkan Gus Yaqut ingin menata toa masjid agar tidak berlebihan penggunaannya.

Istilah tingkah polah itu bukan genuin saya. Itu saya kutip dari antropolog Islam Muhammad Khodafi. Dosen UIN Sunan Ampel, Surabaya. Yang juga takmir masjid di kampungnya.

Ia bilang bahwa saat ini kelompok mayoritas sudah kebanyakan tingkah. Sedangkan kelompok minoritas kebanyakan polah. Karena itu, muncul tingkah polah.

Pernyataan Khodafi yang singkat penuh makna itu diungkap di akun media sosialnya. Tak spesifik menyebut terkait apa. Tapi, bisa diduga terkait polemik wayang.

Menjadi tingkah polah karena Ustad Basalamah dibalas dengan pergelaran wayang yang diinisiasi Gus Miftah. Yang menggambarkan wayang seperti Basalamah dihajar habis di layar.

Kegaduhan yang diciptakan Ustad Basalamah akhirnya dibalas dengan kegaduhan baru. Jadilah, wayang yang dulu menjadi alat dakwah Sunan Kalijaga itu melahirkan tingkah polah di umat.

Rupanya memang apa saja yang menyangkut ke-Islam-an sedang gampang melahirkan tingkah polah. Khilafiah alias perbedaan yang tak berkesudahan. Lingkup masalahnya saja yang berubah-ubah.

Dulu khilafiah soal cara beribadah menjadi tingkah polah antara NU dan Muhammadiyah. Tapi, perbedaan soal khilafiah itu makin lama makin hilang. Setelah dua ormas Islam pilar Indonesia itu makin matang.

Dulu soal qunut atau tidak qunut saja jadi perdebatan. Juga, soal jumlah rakaat salat Tarawih. Demikian pula soal cara penentuan awal puasa Ramadan dan Idulfitri.

Kedua umat itu makin lama makin menghayati bahwa perbedaan adalah rahmat. Dengan demikian, kini khilafiah di antara kedua umat ormas Islam terbesar itu dianggap sebagai hal biasa.

Lantas, muncul kelompok baru yang para ustadnya sangat aktif di media sosial. Mengajarkan agama yang sangat kaku dan tekstual. Yang lebih eksklusif sifatnya. Yang sering menganggap di luar mereka kafir dan sesat.

Tags :
Kategori :

Terkait