”Cinta ditolak, ya... cari lagi,” kata orang bijak. Tapi, cinta cowok A, 22, ditolak cewek AW, 20. A pun membunuh AW. ”Sebelum tewas, diperkosa,” kata Kapolsek Sawah Besar Kompol Maulana Mukarom kepada pers, Sabtu (5/3).
PEMBUNUHAN biasa. Tapi yang begitu, biasa, atau sering, terjadi. Dan, semua pembunuhan adalah kejahatan luar biasa. Menggetarkan hati. Terutama bagi keluarga korban.
Kompol Maulana menjelaskan kronologi. Kamis sore (3/3) A menjemput AW naik motor, dari tempat kerja AW sebagai sales di Jakarta Pusat.
Maulana: ”Antar jemput AW sudah biasa dilakukan A. Mereka pacaran sudah dua tahun.”
Tiba di tempat kos AW, di Sawah Besar, Jakarta Pusat, mereka masuk kamar. Cekcok. A membunuh AW dengan cekikan. Kamar ditutup, A kabur.
Jumat (4/3) pukul 15.00 kakak laki-laki AW membuka pintu kos itu. Tampak AW tergeletak, bugil. Lapor polisi, diketahui AW sudah meninggal.
Polisi langsung mengejar A ke arah Tambora, Jakarta Barat. Ternyata A sudah lari. Akhirnya A ditangkap di sebuah gardu di Jalan Mangga Besar, Jakarta Pusat, pukul 18.00 atau sekitar tiga jam sejak penemuan korban tewas.
Hasil interogasi: ”Tersangka mengaku, korban diajak menikah, nggak mau. Malah korban cerita, masih ingat atau rindu mantan pacar. Intinya, tersangka di-PHP korban.” PHP (pemberi harapan palsu).
Hasil pemeriksaan awal, AW diperkosa sebelum tewas. Ditemukan sperma di situ. Ada tanda bekas cekik di leher AW.
Berarti: ”Cinta ditolak, cekik sampai mati.”
Ini problem lazim wanita single. Gadis atau janda. Muda atau tua. A dan AW pacaran dua tahun. AW masih mikir-mikir. Bimbang. Diantar jemput mau. Diajak kawin, gak mau.
Maka, A bisa menyanyi lagunya Armada, begini:
Tolong lihat aku... Dan jawab, pertanyaanku...
Mau dibawa ke mana, hubungan kita....
Lagu asmara. Pilu. Mengayun melas mendayu-dayu. Meski melas, tapi memendam bara api kemarahan. Yang sewaktu-waktu bisa menyeruak. Jadi pembunuhan.