Fabiola ingin semua orang akan nyaman memiliki bukunya yang dibuka prapesan pada pertengahan Februari di https://linktr.ee/puja.artphoto itu. Bahkan yang membutuhkan kesembuhan mental, dapat berbagi bersama dengan bukunya yang dicetak oleh penerbit Padmedia.
Itulah mengapa ada halaman kosong yang sengaja disertakan. Seperti dirinya, Fabiola berkehendak menampung hal-hal yang tak sempat dituliskan dalam buku. Begitu banyak sehingga perlu ruang kosong baru. Penikmat bukunya juga punya keleluasan untuk merespons.
”Saya menyilakan siapa pun untuk menuangkan apa saja saja di lembar-lembar tersebut. Malah kalau ingin merobeknya juga boleh. terserah,” kata Fabiola tentang bukunya yang dibuat dalam dua Bahasa, Indonesia dan Inggris itu.
Kalau tak mau disebut sebagai buku foto, memang ada yang tak lazim dalam ukuran, misalnya. Selain tidak seperti photo book umumnya yang hampir selalu dicetak dalam hard cover, dia sengaja mencetaknya mini. Dimensinya hanya 20x21 centimeter.
Ini tentu tak mengikuti aturan yang lumrah diambil para fotografer kebanyakan. Selain ingin berbeda, ada alasan mengapa demikian. Dia mau buku ini handy untuk siapa saja.
”Kalau diary kan harus enak dibawa. Biar serupa block note yang gampang dibawa ke mana-mana. Karena kecil, ya cocok jadi bawaan ringan para traveller dan orang-orang yang suka bepergian seperti saya,” katanya.
Yang menarik, semua karya foto itu sengaja tanpa judul. Padahal dalam buku foto, hal Ini tak lazim juga. Dalam media massa atau media sosial, teks foto sangatlah penting.
Namun dengan begitu, semua yang menikmati foto-fotonya bisa bebas berimajinasi dan memberikan interpretasi atasnya. Baginya, setiap manusia memiliki perjalanan kehidupan berbeda. ”Jika terjadi kesamaan pun bisa jadi itu belum tentu sama dengan pengalaman saya,” bebernya.
Bakal diluncurkan dalam rangkaian a solo photography exhibition Puja pada 11 Maret 2022 di Visma Art Gallery, Surabaya, Puja dipilih dengan filosofi yang mendasar. Puja menjadi cara Fabiola mengingat tentang wujud penerimaan dan pengagungan atas semua perjalanan hidup yang telah dia lalui.
”Saya sampai pada kesimpulan bahwa tidak ada yang kekal. Semua memiliki sifat baik atau buruk. Itu akan terus berulang. Bahkan untuk hal-hal kecil yang sering terabaikan. Kelahiran, kematian, dan kembali ke kelahiran,” tandas dosen Lasalle College Surabaya itu. (Heti Palestina Yunani)