Belajar Dibayar pun Ogah

Kamis 10-03-2022,10:05 WIB
Editor : Doan Widhiandono

Asih kecil sudah sering membantu kelompok kesenian wayang potehi di Blitar.

Membantu main? Membantu dalang? ’’Bantu-bantu belikan kopi,’’ katanya lalu tertawa.

Tetapi, dari situlah ia terus ngglibet dengan kelompok wayang potehi tersebut. Asih mulai dipercaya dan dilatih untuk memainkan satu per satu alat musik khas untuk mengiringi wayang potehi. Dan ia cukup mahir. Pada penampilan Fu He An di Tegal kala itu, Asih kebagian memainkan terompet ( suona / 唢呐 ) atau yang mereka sebut sebagai yana . Ia juga memainkan jinghu ( 京胡 ) sejenis erhu , alat gesek dua dawai, tetapi ukurannya lebih kecil. 

Dalam sebuah kelompok wayang potehi, tidak semua personel bisa memegang alat musik melodi. Yang baru belajar biasanya diberi kesempatan memainkan alat musik ritmis-perkusi. ’’ Lha , tapi anak saya tidak mau kalau saya ajari,’’ kata Asih.

Itu yang membikin para penggawa Fu He An cukup prihatin. Susah banget cari anak muda yang mau terjun di kesenian wayang potehi. ’’ Wong belajar dan dibayar saja ndak mau. Ibaratnya gini : kamu saya ajari sambil ikut kami tampil. Nanti dapat honor. Begitu pun susah cari orang,’’ kata Asih.

Kelompok Fu He An cukup beruntung. Anggota mereka cukup banyak. Empat orang yang sedang berkumpul kala itu, misalnya. Mereka datang dari Blitar sampai Tulungagung. ’’Kumpul di Gudo waktu ada panggilan job ,’’ ujar Slamet, pria kelahiran 1965 itu. ’’Jadi, ya gak kentekan panjak (tidak kehabisan pemain musik, Red),’’ tutur Slamet. (Doan Widhiandono)

Edisi sebelumnya:Bisa Sesuai Pakem, Bisa Kontemporer

PERMAINAN MUSIK anggota kelompok Fu He An di Kelenteng Tek Hay Kiong, Tegal, 14 Februari.
(Foto: Boy Slamet-Harian Disway)

 

 

 

 

Tags :
Kategori :

Terkait