Plot Jadi Kelemahan Terbesar
JURASSIC PARK adalah novel sains fiksi karya Michael Crichton yang terbit pada 1990. Tiga tahun kemudian, ia dengan sukses diadaptasi ke film oleh Universal Pictures. Naskahnya ditulis oleh David Koepp, dikomandani oleh Steven Spielberg, dan musiknya ditangani komposer top John Williams. Jurassic Park menjelma menjadi sebuah film blockbuster yang mehebohkan dunia. Dan menciptakan salah satu scoring paling indah sepanjang masa.
Tak hanya itu. Ramuan Spielberg antara visual effect mekanikal konvensional digabung dengan penggunaan generasi pertama CGI menghasilkan sebuah film bertema dinosaurus terbaik yang pernah ada. Jurassic Park menggondol tiga piala Oscar kategori efek visual, suara, dan penyuntingan efek suara terbaik.
Meski ada perbedaan dengan novel, plot utama Jurassic Park tidak berubah. Ia justru berhasil memunculkan kekuatan utama novelnya. Yakni sebuah cerita yang sarat makna filosofis, tentang keserakahan manusia yang bermain sebagai Tuhan melalui teknologi. Untuk memanipulasi alam.
Hampir 29 tahun kemudian, pekan ini, tepatnya Rabu lalu (8/6) sekuel kelima sekaligus akhir trilogi franchise baru Jurassic World tayang di seluruh dunia. Jurassic World: Dominion adalah film yang digadang-gadang menjadi blockbuster musim panas tahun ini.
Sayang, plot dan ceritanya menjadi kelemahan terbesar. Tidak ada usaha untuk membuat cerita yang benar-benar berkualitas. Film yang seharusnya menjadi puncak dari keseruan petualangan dunia Jurassic malah berakhir menjadi petualangan yang klise dan membosankan.
Wimpie,
Karyawan swasta
Mau Dikembangkan Seperti Apa Lagi?
MUNGKIN ini akan menjadi akhir saga Jurassic yang cukup sempurna. Kecuali Universal Pictures mau membangun ulang franchise dengan judul Jurassic Planet, misalnya? Bisa saja.
Membawa franchise bernama besar seperti ini memang mudah dinikmati kembali tanpa perlu beban kualitas yang dipaksakan. Cukup mengulang formula yang sama dalam cerita, disempurnakan dengan efek CGI, dan sedikit kejutan yang tak pernah dilihat oleh penonton. Jadi deh…
Akhir-akhir ini Hollywood agak gandrung dengan nuansa nostalgia. Lewat kembalinya pemeran lama, penggabungan subplot, dan dengan cameo mengejutkan. Bahkan beberapa tahun ke depan, demam ini belum akan hilang. Dimulai oleh Expendables, dilanjutkan oleh beberapa film Marvel, dan disempurnakan dengan baik oleh Spider-Man akhir tahun lalu.
Studio berlomba-lomba bermain di ranah nostalgia dan multiverse. Seolah hal tersebut menjadi ramuan pemikat yang mampu menggabungkan penonton lama dan baru. Itu berhasil sebenarnya di film Top Gun: Maverick. Mengantongi miliaran dolar hanya dengan mengeksploitasi aktor lama yang tak sanggup lagi berbicara. Sebuah momen nostalgia yang tidak tergantikan.
Begitu pula dengan Jurassic World: Dominion. Sayangnya, subplot nostalgia seakan terlalu dipaksakan menjadi plot utama. Berhasil? Iya, tapi hasil akhirnya hanya tontonan CGI yang manis yang menyisakan efek penyakit diabetes. Mudah dilupakan. Mungkin, dalam 20 tahun ke depan franchise Jurassic Park akan tetap ada. Tapi entah dengan formula seperti apa lagi. Saya penasaran.
Edwin Santioso,
Karyawan swasta