Rebranding tak soal merek semata. Nama yang melekat harus ditimbang. Agar perubahannya tak mengubah spirit. Sekaligus punya makna. Demikian juga ketika Royal Singosari Cendana menjadi Royal Regantris Cendana.
Tak ada yang salah dengan nama yang berubah. Selama ada muatan positif yang disematkan di dalamnya. Keyakinan itu membuat Royal Singosari Cendana mantap menanggalkan nama lama. Resmi berkibar dengan nama baru -Royal Regantris Cendana- per 1 Juli 2022. Sebuah brand baru dengan spirit yang diharapkan akan makin menguat. Perubahan itu menurut Rudy Hermawan, COO Royal Regantris Hospitality- dilakukan mengingat banyak tantangan sudah di depan mata. Yang nyata ada, tentu saja pandemi Covid 19. Saat sudah berlalu, pergantian nama itu sungguh pas. Royal Regantris Cendana semacam doa. ”Inilah semangat baru yang kami butuhkan,” kata Rudy, pada 20 Juni 2022, saat MoU antara hotel dengan Kecamatan Tegalsari. Jika menengok masa lalu, nama baru ini semacam tanda bahwa Royal Regantris Cendana hendak melangkah ke depan. Bayangkan, tak lama setelah berdiri, lalu memulai merangkak, pandemi menerjang. Sebuah hantaman pada bisnis yang telak. Hotel yang berada di Jalan Kombes Pol M Duryat Nomor 6 Surabaya itu sempat berhenti beroperasi selama tiga bulan. Bukan kolaps di usia muda. Namun kebijakan PPKM mengharuskan kami mematuhi protokol kesehatan. ”Berhenti beroperasi adalah keputusan yang harus dilakukan karena semua pihak harus bergandengan mengatasi musibah,” ungkapnya. Maka ketika pandemi berlalu dan dimulai kehidupan normal, tantangan bukan semakin mudah. Sehingga keputusan untuk mengganti nama itu sangatlah tepat. Secara historis, nama Singosari didapatkan dari nama jalan tempat properti pertama yang dimiliki Royal Regantris Hospitality di Jalan Singosari 8, Kuta. ”Waktu itu gampang saja cari nama. Karena jalannya Singosari ya diberilah nama Singosari,” terang Rudy. Dari hotel pertama yang didirikan pada 2016 itu, Royal Regantris Hospitality mengakuisisi Artotel di Jalan dr Soetomo, Surabaya, pada 2017 sebagai Hotel Regantris Surabaya. Dari sana bisnis berkembang dengan menjalankan bisnis fastboat operator, Golden Queen. Pada 2019, berdiri satu hotel lagi di Surabaya yang semula bernama Royal Singosari Cendana. Selanjutnya pada 2020 satu properti lagi bertambah, yaitu Royal Singosari Villa Karang Gili Air di Gili Air, Lombok. Selanjutnya berdiri Royal Singosari Trawangan di Gili Trawangan, Lombok, dan Triizz Hotel Semarang di Semarang. ”Bila dihitung dari 2016, sampai tahun ini ada enam hotel yang kami kelola. Berarti janji target kami untuk menambah satu hotel setiap tahun terpenuhi,” tambahnya. Dalam perjalanan, rebranding itu diputuskan bermula dari saran sebuah hotel untuk sebaiknya menimbang ulang nama Singosari. ”Saran itu kami terima. Enggak ada salahnya kalau diubah. Toh itu baik banget buat kami ke depan,” terangnya. Dari pengamatan Harian Disway, ada beberapa hotel yang menggunakan nama Singosari. Sebuah nama kerajaan bercorak Hindu yang berkembang di Jawa Timur, tepatnya di Kabupaten Malang. Sebut saja Hotel Singosari, Singosari Residence, RedDoorz Plus @Singosari Raya. Ketiganya di di Semarang. Liberta Hub Singosari di Malang dan Singhasari Resort and Convention di Batu, keduanya di Jawa Timur. Maka diputuskan untuk mencari nama lain yang lebih tepat. Proses otak-atik nama dilakukan tanpa berpikir rumit. "Yang penting mudah diingat. Sebisa mungkin dalam pencarian Google tak akan muncul. Bahkan secara brand pun tak ada,” katanya. Muncullah nama Regantris jadi jawaban terbaik. Meskipun berlangsung spontan, namun nama itu lahir bukan begitu saja. Kehadiran nama itu sangat mewakili banyak keinginan Royal Regantris Hospitality. Dalam nama Regantris, ada tiga kata kunci yang tak sekadar singkatan. Rejo, Ganesa, dan trisno. Paduan itu didapatkan dengan melihat beberapa hal yang melatarbelakangi perjalanan Royal Regantris Hospitality menjalankan usaha. Bila ditelaah, tiga kata kunci itu tak jauh-jauh dari napas Royal Regantris Hospitality. Seorang sastrawan anggota Paguyuban Pengarang Sastra Jawa Surabaya (PPSJS), rejo atau redjo atau reja dalam ejaan bahasa Jawa itu makna dasarnya ramai. ”Biasanya kata rejo dirangkap menjadi rejo mulyo. Untuk penguatan dalam menjelaskan sesuatu yang dahulu ’miskin’ berubah menjadi ramai dan sejahtera,” ungkapnya.Nama lama Royal Singosari Cendana pada logo (kanan) akan tuntas bergeser menjadi Royal Regantris Cendana seperti dalam nota laundry (kiri). -Heti Palestina Yunani- Sebagai bisnis, menurut Corporate Marketing Communications Royal Regantris Hospitality Sekar Laksita Wangi, rejo itu dimaknai sebagai kekayaan dan kesuksesan. ”Tujuan utama bisnis kan keberhasilan secara finansial, jadi rejo itu harapan kami,” bebernya. Kedua, ada kata Ganesa. Kebetulan patung itu ada di salah satu properti milik Royal Regantrisi Hospitality di Bali, Royal Regantris Kuta. Simbol Dewa Pengetahuan yang dipercaya umat Hindu itu punya makna. Dipercaya, jika berani melinggihkan patungnya di sebuah tempat maka diharapkan bisa mengendalikan segala bentuk keterikatan dari keduniawian. Patung itu menuntun seseorang pada jalan yang benar dengan selalu berbuat baik dan pastinya tidak merugikan diri sendiri dan orang lain untuk mendapatkan pahala yang baik dari setiap hal yang dilalukan. Kata selanjutnya yang dipadukan adalah trisno. Dipilih karena kata tersebut mewakili sifat-sifat orang yang setia, welas asih, dan penyayang. Muatan nama ini juga sangat positif karena menyukai tantangan dan memiliki kepribadian yang luwes. Akhirnya ketiga kata itu disatukan menjadi ”Regantris”. ”Ternyata kok keren. Sebuah singkatan yang enggak ada duanya. Ojok’o merek wong ndik Google gak ono (jangankan merek, di Google saja enggak ada, Red),” paparnya. Spirit rejo, Ganesa, dan trisno itu, kian terbukti meskipun tak mudah dalam 2-3 tahun terakhir. Jika menilik ke masa awal, Royal Regantris Hospitality dijalankan agar menemui kesuksesan untuk kesejahteraan bersama. Maka ketika pandemi berlangsung, manajemen berusaha mendorong agar semua orang yang terlibat bisa survive bersama-sama. ”Kami waktu itu hanya berpikir bagaimana caranya enggak tutup,” kata Rudy. Masih diingat ada banyak trik yang dilakukan demi bertahan dalam badai itu. Misalnya dengan memberlakukan 20 hari kerja agar lebih efisien. Ada beberapa tugas yang menjadi tanggung jawab semua departemen. ”Bahkan general manager juga kena giliran jaga malam. Yok opo carane urip bareng (bagaimana caranya hidup bersama-sama, Red), begitulah,” katanya. Sejak itu enam properti yang dimiliki Royal Singosari Hospitality disesuaikan namanya. Utamanya untuk Royal Singosari Cendana menjadi Royal Regantris Cendana. Royal Regantris Kuta, sebelumnya Royal Singosari Kuta. Royal Regantris Villa Karang, sebelumnya Royal Singosari Villa Karang Gili Air, dan Royal Regantris Singosari Trawangan diubah menjadi Royal Regantris Trawangan. Dukung Positioning Surabaya Buat Royal Regantris Hospitality, keberadaan salah satu propertinya di Surabaya itu menandai beberapa spirit lain yang diusung. Semangat tak ingin bangkit sendirian itu sangat terasa.
Penandatangan MoU antara Royal Regantris Cendana dengan Kepala Kecamatan Tegalsari.-Heti Palestina Yunani- Terbukti dengan dilakukannya penandatanganan kerja sama dengan Kecamatan Tegalsari, tempat di mana lokasi Royal Regantris Cendana berdiri. Dalam MoU antara Tony Satriyo selaku Cluster GM Royal Regantris Cendana dan Regantris Hotel Surabaya dengan Buyung Hidayat Rahman sebagai Kepala Kecamatan Tegalsari, disepakati bahwa hotel menyediakan spot khusus untuk UMKM bisa men-display produk-produknya. Pihaknya menempuh upaya tersebut sesuai anjuran wali kota Surabaya. Sejak Surabaya ditetapkan berada di level 1, UMKM memang didorong Pemerintah Kota Surabaya untuk bergerak agar ekonomi pulih. ”Kami mulai dari lobi dulu. Kami sediakan tempat untuk UMKM tampil di sini,” kata Tony. Atas kebijaksanaan Royal Regantris Cendana, Buyung menyampaikan terima kasih. Sebagai salah satu pihak yang mendapat amanah untuk menjadi marketing UMKM di Surabaya, Kecamatan Tegalsari sangat terbantu dengan penyediaan spot UMKM di hotel tersebut. ”Alhamdulillah hotel ini menjadi pionernya. Setelah kita di level 1 inilah langkah nyata bahwa kita sama-sama membangun Surabaya jasmani dan rohani,” ungkapnya dalam acara yang dihadiri GM Royal Regantris Hospitality Pratiwi Nindya, Assistant Corporate General Manager Royal Regantris Hospitality Tegar Adidarma, dan Penanggung Jawab Fastboat Operator Golden Queen, Himawan Listyo. Ditambahkan bahwa di wilayahnya ada sekitar 80 UMKM yang sudah terdaftar. Kualitas dan kapasitasnya sudah layak untuk dipasarkan termasuk di-display di Royal Regantris Cendana. ”Dari informasi, segmen di hotel ini adalah family. Jadi nanti bisa disesuaikan. Semoga langkah ini membuat warga kami tidak sampai hanya jadi penonton di wilayah sendiri,” terangnya. Selain menyadari keberadaan hotel sebagai bagian wilayah Kecamatan Tegalsari, ada temuan yang menarik dari MoU di Royal Meeting Room lantai 9. Dari penjelasan Camat Buyung, Tony terkesima dengan beberapa fakta yang meneguhkan Tegalsari sebagai bagian sejarah kepahlawanan Kota Surabaya dalam kemerdekaan Indonesia. Dipaparkan Buyung, Tegalsari adalah kawasan yang penting dalam pertempuran 10 November 1945. ”Di antaranya dibuktikan dari Radio Bekupon yang ada di Jalan Kombes Pol M Duryat. Dekat saja kok dari hotel,” beber Buyung. Radio ini didirikan arek Suroboyo saat penyegelan radio amatir, swasta, maupun siaran dari luar negeri. Agar informasi tetap disiarkan maka radio pun disamarkan menjadi rumah burung merpati yang disebut bekupon. Radio inilah yang menjadi saksi bisu dalam mengobarkan semangat arek Suroboyo ketika melawan sekutu, yang dulunya tersebar di tiap-tiap kampung di Surabaya. Tak jauh dari hotel, di Jalan Pregolan 4, ada Markas Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Tempat ini merupakan kantor Kolonel Sungkono yang saat itu bertugas menjadi Komandan Pertahanan Kota Surabaya. ”Sungkono kemudian diabadikan sebagai nama jalan di Surabaya, Mayjend Sungkono,” kata Buyung. Nuansa Surabaya itu diharapkan Tony akan makin tecermin di Royal Regantris Cendana. Setidaknya tamu yang menginap mengetahui ikon-ikon Surabaya dari hotel tersebut. Misalnya dari sajian makanan khas Surabaya di tempatnya. ”Kami tetapkan bahwa dalam menu di setiap hotel dalam jaringan kami selalu ada dua hal. Pertama menu yang berstandar internasional sebagai signature. Yang kedua menu lokal yang menjadi ciri setiap hotel tersebut. Menu lokal ini nantinya akan dikelilingkan di seluruh hotel,” terangnya.
Chef Natalis Yapto dengan sepiring bebek olahannya yang dinamakan Bebek Bumijo. -Heti Palestina Yunani- Dalam acara, Chef Natalis Yapto sekaligus mengenalkan salah satu menu lokal andalan dari Royal Regantris Cendana. Selain pizza Italia yang dimasak dengan otentik, ada satu menu Surabaya yang ditonjolkan yaitu bebek. Ia mengkreasikannya menjadi Bebek Bumijo alias bebek dengan bumbu ijo yang khas. ”Bebeknya kami olah dulu dengan 20 macam rempah-rempah. Jadi bumbu ijonya tidak saja dari cabai. Setelah diungkep, prosesnya digoreng, lantas masih dioven. Sajian inilah yang akan membuat spirit Surabaya akan terasa di Royal Regantris Cendana,” ujar Chef Natalis. Dengan keberadaan beberapa hal tersebut, Tony makin antusias untuk membuat spirit rejo, Ganesa, dan trisno itu makin terejawantahkan dari Surabaya. Pihaknya siap mendukung positioning Surabaya sebagai wisata yang makin diperhitungan wisatawan. ”Selain cerita-cerita sejarah yang ada di sekitar lingkungan hotel, kekayaan kuliner lokal Surabaya, dan potensi UMKM di wilayah Tegalsari khususnya, akan kami terus berdayakan. Semua itu semoga makin membangkitkan spirit kami dalam menjalankan bisnis Royal Regantris Hospitality secara umum,” tegas Tony. (*)