Santai di Antara Jejak Kolonial Kampoeng Heritage Kajoetangan

Selasa 28-06-2022,11:13 WIB
Editor : Heti Palestina Yunani


Rumah putih ini bernama Rumah Ranuatmojo yang dibangun tahun ’1930an ini ada kursi-kursi kuno yang cocok dijadikan spot foto.

Berikutnya saya melihat dinding besar berlukiskan mural rumah dan mobil antik. Ini pun juga spot foto favorit. Tepat di samping dinding mural ada Tangga Seribu. Tangga ini memiliki konstruksi bangunan yang sudah ada sejak tahun ’1900an.

Pada zaman dulu, tangga ini digunakan sebagai jalan pintas warga keturunan Belanda yang bertempat tinggal di jalan seberang saat hendak bekerja di kantor pemerintahan. 


Saya duduk di salah satu sudut Galeri AEO. Tempat yang banyak dijadikan spot foto oleh pengunjung karena terdapat barang-barang antik.

Dari Tangga Seribu, saya berjalan ke Galeri AEO. Tempat ini menyimpan banyak koleksi barang antik seperti kamera jadul, motor jadul, dan interior mebel-mebel antik. Tentu rugi kalau tak foto di sini.

Termasuk Dina Puspitasari, pengunjung dari Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, yang pertama kali ke sini karena penasaran setelah melihat unggahan seseorang di Instagram. ”Ternyata gampang banget cari tempat ini. Letaknya di tengah kota, jadi sangat mudah ditemukan,” katanya.

Menurutnya kampung wisata tematik ini layak dikunjungi siapa saja. Kesan pertamanya itu akan dia bagi ke banyak orang. Dina takjub dengan sejumlah rumah penduduk yang bergaya sangat berbeda dengan rumah sekarang. ”Rumah di sini membuat kita seperti berada pada zaman dahulu,” imbuhnya. 

Saya bergeser melihat sebuah rumah kuno bernama Rumah Jacoeb. Dengan kusen pintu dan jendela dari kayu berwarna cokelat, rumah itu makin membuat pengunjung seperti dibawa ke masa lalu. 


Potret Rumah Jacoeb yang dibangun pada 1920 tampak masih terawat hingga sekarang.

Satu spot yang menarik dari rumah itu adalah tempat duduk dari semen yang berada di bagian depan rumah. Bagian rumah yang berdiri pada 1920 bahkan belum pernah ada perubahan hingga saat ini.

Ada lagi rumah yang lebih tua yaitu Rumah 1870 karena memang dibangun pada 1870. Dari depan, tampilan rumah tersebut menarik dari ciri khas Betawi pada arsitekturnya. Tampak dari atap, ventilasi, jendela dan pintunya. 

Tidak jauh dari Rumah 1870 terdapat Rumah Penghulu yang dibangun pada 1920. Sesuai namanya, dulu memang tinggal seorang penghulu. Ke arah samping kanan rumah, ada Rumah Jengki berwarna hijau. 

Rumah Jengki yang pernah direnovasi pada 1960 itu adalah rumah yang berukuran paling luas di Kampung Kayutangan yang mencapai 160 meter persegi.


Papan petunjuk jalan yang memudahkan pengunjung untuk berkeliling kampung.

Selama berjalan-jalan, saya senang dengan sejumlah fasilitas umum yang disediakan. Pengunjung tidak perlu bingung untuk mencari masjid, toilet, dan sejumlah tempat makan. 

Yang pasti ada banyak tempat nongkrong. Yang ingin makan bisa ke Kafe Yowis, Warung Kopi Hamur Mbah Ndut, Warung STMJ, dan Depot Es Taloen yang ada sejak 1950.

Kategori :