JAKARTA, HARIAN DISWAY - Indonesia adalah produsen sawit terbesar dunia. Namun, sampai sekarang harga sawit masih mengikuti standar yang ditetapkan Malaysia. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pun jengkel dengan kondisi itu.
"Bangsa kita tidak bisa diatur orang. Kita harus atur diri kita! Harusnya kita atur minyak kelapa sawit dunia. Masa' dari Kuala Lumpur, yang bener aja," kata Luhut dalam Rapat Koordinasi Asosiasi Kabupaten Penghasil Sawit Indonesia (AKPSI) di Jakarta, Sabtu, 9 Juli 2022.
Menurut data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) produksi sawit Indonesia mencapai 46,8 juta ton. Produksi sebesar itu didukung oleh ketersediaan lahan perkebunan seluas 15,1 juta hektare.
Malaysia yang mengatur standar harga sawit ada di posisi dua. Pada 2021 produksi minyak sawit Malaysia diperkirakan mencapai 18,7 juta ton, dengan luas perkebunan mencapai 5,35 juta hektare. Di posisi selanjutnya ada Thailand, Kolombia dan Nigeria.
Seorang petani sawit saat memindahkan TBS nya-Ist-Jambiindependent.disway.id
Karena itulah Pemerintah RI mulai mengatur strategi tata niaga kelapa sawit dunia. Sebelum bisa mengatur harga sawit dunia, Indonesia harus memperbaiki tata kelola industri yang masih semrawut.
Meski menjadi produsen minyak sawit terbesar dunia, Indonesia mengalami krisis minyak goreng sejak tahun lalu. Harganya melonjak hingga nyaris dua kali lipat.
"Audit ini tujuan kita buat itu. Biar bangsa yang besar ini bisa mengatur dunia juga. Jangan kita yang diatur mulu. Kelapa sawit kita bisa atur sekarang, saya haqqul yakin. Asal kita bisa bekerja bersama-sama," kata Luhut.
Luhut meminta kepala daerah memberikan data secara jujur saat proses audit berlangsung.
"Saya mohon bantuannya bapak/ibu bupati, bantu Pak Ateh (Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan), kepala dinas juga harus bantu. Jangan nuntut dua minggu beres, datamu juga harus beres. Kalau ada perkebunan main-main kasih pelicin jangan mau terima," pinta Luhut.
Malaysia menjadi kiblat sawit dunia lantaran kepiawaian mereka dalam menyajikan data terkait perkembangan produksi sawit,harga, maupun stok. Pemanfaatan sistem informasi dan teknologi membuat data mereka lebih update dan akurat dibandingkan Indonesia. (*)