Erros Djarot Paparkan Kehendak Kebudayaan

Rabu 13-07-2022,00:19 WIB
Reporter : Guruh Dimas Nugraha
Editor : Heti Palestina Yunani

SURABAYA, HARIAn DISWAY - Komunitas Seduluran Semanggi Suroboyo gelar orasi kebudayaan, yang diampu budayawan Erros Djarot. Banyak hal yang ia sampaikan, khususnya keprihatinan tentang fenomena krisis kebudayaan. 

Di ruang Balai Budaya, kompleks Balai Pemuda, Surabaya, pada 13 Juli 2022, komunitas Seduluran Semanggi Suroboyo yang dikomandoi Henky Kurniadi, gelar orasi kebudayaan. 

Orasi dibawakan oleh Erros Djarot, budayawan pencipta lagu-lagu hits. Acara tersebut dibuka dengan penampilan penyanyi Ayu Ajeng, membawakan lagu karyanya berjudul Sahabat. 

“Seduluran Semanggi Suroboyo adalah komunitas kecil dengan mimpi besar. Ciri khas Surabaya adalah seduluran atau persaudaraan,” ujar Henky dalam sambutannya. 

Mc acara, Desy Agustina, menambahkan bahwa komunitas tersebut diisi oleh beberapa seniman, budayawan, penulis dan wartawan. Semua penampil adalah bagian dari komunitas tersebut. 

Sebelum berorasi, beberapa musisi tampil membawakan karya-karya Erros. Seperti Dian Permana yang tampil dengan lagu Merpati Putih, penyanyi tempo dulu, Djatu Parmawati yang membawakan Pelangi dan Ajeng dengan Merepih Alam. 

Para pemain musik yang terlibat adalah Arul Lamandau, pemain biola, Windy Dyah Apriliantini dan Kevin Pieter dengan kontra bass. 

Dalam orasinya, Erros memaparkan tentang fenomena krisis kebudayaan. “Yang terjadi pada zaman ini bukan krisis politik. Bukan krisis ekonomi. Tapi krisis kebudayaan,” ungkapnya. 

Ia menjelaskan bahwa bangunan politik dan ekonomi harus berdiri di atas landasan kebudayaan. “Apa yang terjadi sekarang tidak begitu. Kita jadi bangsa yang kehilangan arah,” ungkapnya. 

Yang terpenting bukan mendefinisikan apa itu kebudayaan. Namun kehendak kebudayaan. “Bagaimana kehendak kebudayaan kita? Baca saja preambule UUD ‘45. Itulah kehendak kebudayaan kita,” ungkapnya. 

Erros merasa apa yang diamanatkan para pendahulu dalam preambule UUD ’45, jauh panggang dari api terkait apa yang dialami bangsa ini. Khususnya ia mengkritisi tentang kaum nasionalis. 

Karena jika kaum nasionalis disebut sebagai pemenang dan berkuasa, mereka sejatinya tidak menguasai. “Kaum nasionalis apakah menguasai wilayah finance? Kaum nasionalis apakah juga menguasai wilayah distribusi? Mereka tidak pula menguasai retail,” ujarnya. “Berkuasa tapi kok tidak menguasai apa-apa?,” tambah budayawan 71 tahun itu. Kemudian disambut tawa pengunjung. 

Ia memungkasi orasinya dengan pernyataan: Terlalu mahal apabila masalah politik Indonesia diserahkan hanya pada para politisi. Kaum intelektual dan budayawan harus bangkit dan bergerak. Ini waktunya bergerak.

Orasi itu disambut tepuk tangan riuh dari para pengunjung. Acara tersebut ditutup dengan pertunjukan semua penampil di atas panggung. Erros membawakan karyanya Merpati Putih. Kemudian mereka semua mengajak semua penonton membawakan Badai Pasti Berlalu. 

Dalam deretan kursi, tampak Prof Hotman Siahaan, guru besar Universitas Airlangga. Ada pula budayawan Djadi Galajapo, budayawan Djati Purwo, serta perwakilan kedutaan Prancis, Sandra Vivier. (Guruh Dimas Nugraha)

Tags :
Kategori :

Terkait