DALAM kehidupan sehari-hari, Henoch Pradhana selalu memegang teguh wejangan filsuf agung Konfusius, "君子一言, 驷马难追" (jūn zǐ yī yán sì mǎ nán zhuī). Yang terjemahan bebasnya: perkataan sekali diucapkan, kuda tercepat pun tak akan mampu mengejarnya.
Maksudnya, sebagai manusia, kita mesti ekstra hati-hati ketika berbicara. Sebab, sekali terucap, akan sulit menariknya kembali.
Karena itu, kata Henoch yang merupakan kepala perwakilan Huaqiao University di Indonesia, "Saya selalu berusaha menepati janji dan ucapan saya kepada setiap orang. Tidak hanya yang menyangkut keuangan, namun juga ketepatan waktu saat janji bertemu orang."
Maklum, seseorang baru akan dipercaya orang lain kalau perkataannya sesuai dengan perbuatannya. Tidak mencla-mencle. Esuk dele, sore tempe.
Barangkali inilah mengapa, Konfusius pernah menegaskan, "论笃是与, 君子者乎, 色庄者乎" (lùn dǔ shì yǔ, jūn zǐ zhě hū, sè zhuāng zhě hū): kalau cuma memercayai kata-katanya, kita tidak akan tahu apakah orang tersebut benar-benar berakhlak atau pencitraan saja.
Makanya, Konfusius menganjurkan, "听其言而观其行" (tīng qí yán ér guān qí xíng): dengarkan perkataannya, amati perbuatannya.
Kebudayaan Tiongkok klasik memang sangat menekankan pentingnya mempunyai sifat dapat dipercaya (信 xìn). Persis Islam yang mengajak umatnya untuk memiliki sifat amanah.
Karenanya, Konfusius menyatakan, "君子耻其言而过其行" (jūn zǐ chǐ qí yán ér guò qí xíng): orang berakhlak akan malu kalau perkataannya bertolak belakang dengan perbuatannya.
Tak heran bila Konfusius mengategorikan, "君子欲讷于言而敏于行" (jūn zǐ yù nè yú yán ér mǐn yú xíng): orang berakhlak irit bicaranya tapi tangkas kerjanya. (*)