Dengan karya-karya bergaya itulah Wiradana percaya diri berangkat ke Yogyakarta. Dari Bali, menumpang truk supaya irit. Banyak hambatan yang ia alami. Mulai kebakaran, pohon tumbang, dihadang demonstrasi, dan sebagainya. ”Sampai di Yogyakarta empat hari kemudian,” tambahnya.
Di Yogyakarta ia coba melobi Gedung Purna Budaya, Jalan Bulak Sumur, Yogyakarta. Tarifnya mahal. Pada tahu 1999, sewanya per hari sudah Rp75 ribu. Wiradana meminta bantuan kawan-kawan sesama perupa di sana. Banyak yang membantu, termasuk almarhum pelukis Widayat, gurunya saat berkuliah di ISI Yogyakarta. "Pak Widayat mengapresiasi lukisan saya. Katanya aneh dan unik. Beliau antusias dengan rencana pameran saya,” kenangnya.
Kawan lain di Yogyakarta membantu biaya sewa. Bahkan istri dan kedua anak Wiradana dibiayai datang ke Yogyakarta untuk menyaksikan pameran tersebut. "Tapi sampai di Yogyakarta, dua anak saya kena typhus dan harus masuk rumah sakit," ujarnya.
Berat dirasa tapi semua berakhir bahagia. Tak disangka, Widayat memborong beberapa lukisan dan menyerahkan uang cash sebesar Rp20 juta. ”Bayar dulu biaya rumah sakit anakmu, kasihan. Begitu kata Pak Widayat,” tambahnya.
Kolektor ternama seperti Oey Hong Djien yang diundang Widayat, juga membeli lukisan-lukisan yang dipamerkan. Bagai sihir ya'tra, 55 lukisan yang dipajang dalam pameran, sold. Dari pameran itu, Wiradana mendukang ratusan juta rupiah.
Paus Biru
Pengalaman dan proses panjang yang berat itulah Yatra yang dialami Wiradana. Ia bagai menuai hasil ya'tra. Sejak itu, ia mantap menjadi pelukis dengan karakter purbakala.
Menurut Wiradana, tema primitif memiliki nilai magis. Sebagai wujud ekspresi manusia gua yang dulu mengguratkan gambar-gambar itu di dinding gua. Seperti karya berjudul Energi Liar, Energi Purba, atau Paus Biru. Wiradana mengguratkan teknik ekspresif seperti halnya lukisan di gua-gua. Ia menambahkan aksen lelehan cat sayatan-sayatan spontan ujung runcing valet. Sehingga membentuk garis-garis sebagai pencitra gerak.
Ya'tra yang dilakukan Wiradana itu tetap berproses hingga kini. Termasuk terungkap dalam pameran yang bertajuk sama di Mola Art Gallery. ”Ya'tra sebagai perjalanan hidup. Dalam pameran itu kami melakukan ya'tra pula. Dari Bali ke Cimahi,” pungkasnya. (*)