POLISI akhirnya menetapkan tersangka dalam kasus Kanjuruhan 1 Oktober lalu. Ada enam tersangka yang diumumkan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, Kamis, 6 Oktober 2022 (lihat grafis). Tiga di antaranya anggota polri. Sisanya warga sipil. Keenam tersangka dijerat Pasal 359 KUHP dan Pasal 360 junto Pasal 103 juncto pasal 52 UU RI Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan. Ancaman hukumannya maksimal lima tahun penjara.
Dari hasil investigasi dan bukti permulaan yang didapatkan penyidik, semua tersangka itu dianggap bertanggung jawab langsung dalam insiden yang menewaskan 131 orang. Salah satu bukti yang mereka gunakan adalah rekaman CCTV yang terpasang di lokasi kejadian. Yakni di gate 12 sampai 14.
Termasuk slongsong gas air mata yang digunakan oleh personel polisi. Serta kondisi stadion Kanjuruhan Malang. Dalam kasus tersebut, diperiksa 48 saksi. Mereka berasal dari Polri, panitia pelaksana, dan korban.
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengumumkan enam tersangka kasus Kanjuruhan, Kamis, 6 Oktober 2022. --
Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo pun menceritakan kronologi awal kejadian itu. Pada 12 September 2022, panitia pelaksana (Panpel) Arema FC mengirimkan surat kepada Polres Malang. Surat itu berisikan permohonan rekomendasi pertandingan Arema vs Persebaya.
“Polres menanggapi surat tersebut. Lalu, mengirimkan surat secara resmi untuk mengubah jadwal pelaksanaan. Dari pukul 20.00 menjadi pukul 15.30. Pertimbangan faktor keamanan,” kata jenderal bintang empat itu.
Namun, PT Liga Indonesia Baru (LIB) menolak permohonan tersebut. Alasannya karena jadwal dan takut kena pinalti. Melihat jawaban tersebut, Polres Malang pun melakukan persiapan. Termasuk menambah jumlah personel dari polres sekitar. Dari awalnya 1.073 menjadi 2.034 personel.
“Disepakati dalam rakor, supporter yang hadir hanya dari Aremania,” ucapnya. Saat pertandingan, awalnya berjalan lancar. Namun, usai pertandingan, salah satu penonton memasuki lapangan. Personel polisi pun mengamankan pemain dan tim official.
Direktur PT LIB Akhmad Hadian Lukita-JPNN-
Sebanyak 11 personel menembakkan gas air mata. Ke tribun selatan sebanyak tujuh tembakan, tribun utara satu tembakan dan ke lapangan tiga tembakan. “Karena itulah, yang mengakibatkan para penonton panik. Dan berusaha meninggalkan tribun,” ungkapnya.
“Pintu masih ditutup. Padahal seharusnya, lima menit sebelum berakhirnya pertandingan, 14 pintu di stadion tersebut sudah bisa dibuka,” terangnya.
Parahnya, dalam kondisi tersebut, petugas pintu tidak ada di tempat. Padahal, menurut pasal 21 regulasi keselamatan dan keamanan PSSI, menyebutkan bahwa petugas harus tetap berada di tempat selama penonton belum meninggalkan stadion.
“Dari situlah munculnya banyak korban. Ada yang patah tulang, tak sedikit juga penonton yang mengalami trauma atas kejadian tersebut,” ucapnya. Untuk korban yang meninggal dunia, mereka semua terkena asfiksia. Asfiksia adalah kondisi ketika kadar oksigen dalam tubuh berkurang. (*)