Sisi Medis Urgensi Cukai Minuman Berpemanis; Siap Regulasi Ekstrem seperti Rokok

Sabtu 15-10-2022,08:56 WIB
Oleh: Ari Baskoro

Besaran angka ini hanya lebih kecil dari Amerika Serikat, sebagai negara konsumen gula terbesar di dunia. Negara Paman Sam berkontribusi sebagai importir gula dunia dengan porsi sebesar 2,1 miliar dolar AS.

Aspek Medis

Konsumsi gula dan kalori yang berlebih dituding sebagai salah satu penyebab berkembangnya penyakit metabolik.

Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dirilis Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada 2018, sebanyak 61,3 persen responden mengonsumsi minuman manis lebih dari satu kali per hari. Data ini pararel dengan survei yang dilakukan tahun 2020, saat terjadinya pandemi. 

Survei yang bertajuk The State of Snacking dan diinisiasi oleh Mondelez menyatakan bahwa masyarakat Indonesia ”ngemil” sebanyak 3,15 kali sehari. Frekuensi ini melebihi rata-rata global yang hanya 2,30 kali sehari. 

Selera manis masyarakat kita juga terbawa pada macam ragam camilan yang beredar di pasaran. Tentu saja semuanya ini ikut berkontribusi terhadap peningkatan jumlah total asupan kalori per hari.

Sindrom Metabolik

Salah satu dampak nyata pola konsumsi gula yang berlebihan dapat memicu terjadinya sindrom metabolik.

Kumpulan gejala tersebut terdiri dari hipertensi (tekanan darah tinggi), kadar high density lipoprotein (HDL/”lemak baik”) yang rendah, peningkatan kadar trigliserida dan/atau gula yang tinggi serta timbulnya obesitas. 

Obesitas sering ditandai dengan penumpukan lemak pada area perut sehingga tampak terlihat buncit. Bila minimal didapatkan tiga kriteria tersebut pada seseorang maka bisa dikatakan mengalami sindrom metabolik.

Sindrom metabolik merupakan faktor risiko penting terhadap berkembangnya penyakit kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) yang saat ini merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia. 

Diabetes melitus (DM) atau kencing manis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah, saat ini prevalensinya menunjukkan tren yang semakin meningkat. Tidak hanya di Indonesia. Namun melanda seluruh dunia. 

Negara kita menempati peringkat kelima di dunia dalam hal jumlah penderita DM. Data tersebut dirilis oleh International Diabetes Federation (IDF) pada 2021. Indonesia berkontribusi terhadap 19,47 juta penyandang DM.

Dengan kata lain prevalensi penyandang DM Indonesia sekitar 10,6 persen. Diprediksi prevalensi ini akan terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2045, diperkirakan jumlah penyandang DM di Indonesia bisa mencapai 28,57 juta orang. 
Informasi tentang jumlah kandungan gula pada minuman berpemanis sesuai acuan WHO tersebut seharusnya dicantumkan pada setiap label pangan disertai pesan kesehatan. Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 30 tahun 2013.--

IDF juga mencatat, sebanyak empat dari lima orang (81 persen) pengidap, tinggal di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah. Negara kita termasuk salah satu di antaranya. 

Menyangkut biaya pengobatan, setiap penyandang DM di Indonesia bisa menghabiskan biaya sebesar 323,8 dolar AS. Biaya ini meningkat sebesar 305 persen bila dibandingkan sepuluh tahun silam. 

Tags :
Kategori :

Terkait