JAWA TIMUR kian serius mengembangkan ekonomi syariah. Itu, salah satunya, ditunjukkan dengan didirikannya Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah (KDEKS).
Komite itu akan berperan seperti Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), tapi berada di daerah. KDEKS dipimpin direktur eksekutif, yaitu wakil gubernur ex officio.
Pembentukan komite itu punya tujuan sangat strategis. Mengakselerasi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Jatim. Juga, menyinkronkan dan menyinergikan antarsektor ekonomi dan keuangan syariah dan antar pemangku kepentingan.
Tak salah Jatim menyeriusi ekonomi syariah atau ekonomi halal. Sebab, itu bisa menjadi pusat pertumbuhan baru ekonomi Jawa Timur. Selain pasar yang sangat besar, Jatim memiliki captive market dan basis produsen produk halal yang besar.
Dari sisi market, Jatim memiliki sekitar 42 juta penduduk. Sebanyak 98 persennya muslim. Itu didukung dengan halal lifestyle yang berkembang di kalangan muslim sehingga pasar produk halal makin besar. Dari sisi halal fashion, misalnya. Sekitar separuh jumlah penduduk Jawa Timur adalah perempuan yang saat ini sudah sangat halal fashion friendly.
Tren pertumbuhan ekonomi halal itu bisa kita lihat dari skala nasional. Pada akhir 2021 aset keuangan syariah mencapai Rp 1.770 triliun. Itu terdiri atas aset pasar modal Rp 1.063 triliun, bank syariah Rp 593 triliun, dan industri keuangan nonbank syariah Rp 113 triliun. Di sektor bank syariah, meski tertekan pandemi, tahun ini diperkirakan akan tumbuh tinggi.
Perkembangan itu tak lepas dari dukungan perkembangan regulasi dan peningkatan ekosistem industri perbankan dan keuangan syariah. Selain itu, ada dukungan politik yang kuat. Di antaranya, dengan adanya KNEKS yang diketuai langsung oleh Presiden Joko Widodo.
Kehadiran KDEKS di Jawa Timur dipastikan akan mendorong percepatan ekonomi dan keuangan syariah di Jawa Timur. Jika KDEKS bisa bekerja dengan baik, simpul-simpul ekonomi dan keuangan syariah di Jawa Timur sangat banyak. Tinggal melakukan sinkronisasi dan sinergi di antara simpul-simpul itu.
Pengembangan ekonomi syariah di Jatim akan bisa berjalan dengan baik karena juga didukung usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang secara umum bergerak di bidang-bidang ekonomi syariah. KDEKS harus bisa mendorong perbankan syariah, misalnya, untuk memiliki komitmen tinggi guna membiayai UMKM.
Jawa Timur sendiri memiliki Bank Jatim dan Bank UMKM yang memiliki kapasitas besar dan memiliki unit usaha syariah. Jumlah UMKM yang mencapai 10 juta seharusnya bisa menjadi motor penggerak ekonomi halal. Sebab, sebagian besar bergerak dalam industri itu. Selama ini, 57,25 persen PDRB Jawa Timur bersumber dari UMKM. Itu berarti, jika UMKM bisa didorong, ekonomi Jatim juga akan lebih cepat.
Bagi Jawa Timur, sumber penguatan ekonomi syariah juga bisa digerakkan dari pondok pesantren. Dengan jumlah pesantren sekitar 6.000, usaha pesantren memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan. Sekitar sejuta santri dan jutaan keluarga santri bisa menjadi captive market bagi usaha milik pesantren.
unit (OPOP) bisa dimanfaatkan untuk menggerakkan usaha pesantren itu. KDEKS bisa memfasilitasi event-event untuk menggerakkan usaha pesantren tersebut, seperti apa yang selama ini sudah dilakukan Bank Indonesia dengan event Festival Ekonomi Syariah-nya. Business matching dalam Festival Ekonomi Syariah BI terbukti menjadi sarana yang efektif untuk memasarkan produk-produk unggulan pesantren dan UMKM.
Faktor penting dalam menggerakkan ekonomi syariah di Jatim tersebut, tentu, komitmen yang kuat dari pemangku kepentingan Jawa Timur. Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. KDEKS tidak akan efektif jika pemerintah tidak memiliki komitmen yang kuat, seperti keberpihakan terhadap ekonomi syariah.
Salah satu wujudnya, pemerintah daerah bisa memberikan kesempatan kepada industri keuangan syariah untuk ikut dalam pengelolaan anggaran pemerintah daerah. Di sektor perbankan, misalnya, unit usaha syariah (UUS) Bank Jatim perlu didorong dan diberi kesempatan.
Bahkan, sudah seharusnya, UUS Bank Jatim itu di-spin off dengan penambahan modal yang signifikan lebih dulu. Pemprov dan pemkab/pemkot bisa melibatkan pengelolaan anggaran pemerintah kepada UUS Bank Jatim. Begitu juga BUMD-BUMD yang jumlahnya sangat banyak.