SAAT ditanya, proyek fisik apa yang paling membanggakan? Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan justru tidak menyebut Jakarta International Stadium (JIS). Atau Taman Ismail Marzuki, perpustakaan, maupun PPLP Ragunan.
”Mungkin banyak yang mengira JIS. Memang itu semua adalah bangunan-bangunan fisik yang keren. Tapi, sebenarnya yang saya lebih banggakan adalah pembangunan yang membangun perasaan kesetaraan: trotoar,” kata Anies Baswedan kepada Harian Disway.
Selama menjabat, Anies sudah membangun 240 km jalur pedestrian atau trotoar. Seiring dengan pembangunan taman-taman yang konsepnya diubah dari garden menjadi park. Lalu, ada ruang-ruang ketiga seperti arena skateboard dan arena bermain lainnya.
BACA JUGA:Anies Baswedan Titipkan Legacy bagi Warga Jakarta
”Jadi, kalau saya ditanya yang membanggakan itu adalah ketika terjadi interaksi antarwarga itu. Itulah legacy-legacy yang paling saya syukuri,” ujar pria kelahiran Kuningan, 7 Mei 1969, tersebut.
Saat jalan di trotoar, kata Anies, semua merasa setara. CEO hingga pengangguran setara. Rasa setara itu juga terjadi di taman. Keluarga kaya maupun keluarga sederhana, saat di taman itu sama.
”Jadi berinteraksi. Di mana ruang pertama itu di rumah masing-masing, ruang kedua itu tempat kerja, dan ruang ketiga dibangun oleh negara dan pemerintah supaya warganya merasakan perasaan persatuan, kebersamaan. Ini yang sangat saya syukuri,” ujar tokoh yang diusung Partai Nasdem sebagai calon presiden itu.
Bagi Anies, trotoar dibangun bukan sekadar sebagai tempat berjalan kaki. Tetapi, untuk membangun perasaan kesetaraan. Seperti halnya transportasi umum dibangun, juga bukan sekadar untuk memindahkan badan dari satu tempat ke tempat lain. Tapi, untuk membangun perasaan kesetaraan.
”Mau CEO mau pengangguran antrenya sama, harganya sama, duduknya sama, turunnya di stasiun yang sama. Enggak ada business class, enggak ada kelas ekonomi, sama semuanya,” tutur Anies.
Jalur pedestrian di Jakarta yang ramah untuk disabilitas. -Foto Daris Suryansyah @dariarch-
Anies bersyukur pernah tinggal dan belajar di negara-negara yang melaksanakan sebuah pola pengelolaan kota yang modern. Setelah lulus dari Fakultas Ekonomi UGM, ia cukup lama menempuh studi S-2 dan S-3 di Amerika Serikat.
”Saya pernah merasakan jadi warga di mana kebutuhan transportasi itu difasilitasi. Dan semua kota-kota modern menggunakan itu,” ungkapnya.
Ketika membangun jembatan penyeberangan orang (JPO), trotoar, kata Anies, benchmark-nya adalah kota-kota modern dunia yang sudah berhasil memfasilitasi pergerakan penduduknya dengan baik. Interaksi warganya juga baik.
Anies mengidamkan Jakarta memberikan pengalaman bagi warga maupun pendatang. Selama ini begitu banyak kegiatan di Jakarta itu sudah menjadi rutinitas. Sudah tidak ada rasa barunya lagi. ”Begitu kita siapkan tempat baru, mendadak kota ini bukan hanya memfasilitasi perjalanan, tapi memfasilitasi pengalaman,” kata mantan rektor Universitas Paramadina itu.
Bagaimana caranya mengubah perjalanan menjadi pengalaman? Anies mencontohkan, selama ini orang melintas di Jalan Jenderal Sudirman tanpa menikmati pemandangan gedung-gedung besar. Dan itu terjadi puluhan tahun.