Suara Nahdliyin

Kamis 03-11-2022,04:30 WIB
Reporter : M. Taufik Lamade

APAKAH kader nahdliyin akan menduduki kursi wakil presiden lagi?

Warga nahdliyin saat ini diperkirakan di angka 137,7 juta jiwa. Hitungannya begini.

Berdasar survei yang dikutip Ketua Umum PB NU Yahya Cholil Staquf, 59,2 persen umat Islam di Indonesia mengaku NU. ”Ini survei 2022,” ungkap Yahya. 

Saat ini penduduk Indonesia sekitar 273,8 juta jiwa (data statistik Ditjen Dukcapil Kemendagri). Bila 85 persen muslim, ada sekitar 232 juta pemeluk Islam. Bila kita tarik 59,2 persen lagi, ada sekitar 137,7 juta warga nahdliyin.

Jumlah yang mencapai separuh jumlah penduduk Indonesia. Itulah yang membuat nahdliyin menjadi raksasa. Sekaligus magnet bagi kelompok di luarnya. Tak heran, setiap perhelatan politik, para politikus sowan ke tokoh nahdliyin. Yang di luar nahdliyin pun, dengan megenakan kopiah, serban, dan kerudung, ikut meminta restu ke kiai.

Tapi, kalau berkaca dari hasil pemilu ke pemilu, suara parpol yang lahir dari rahim nahdliyin belum menggambarkan sebagai ”raksasa”.

Pemilu 1955, pemilu pertama, Partai NU meraih peringkat ke-3 dengan 18,4 persen. Di bawah PNI (22,3 persen) dan Masyumi (20,9 persen). 

Era Orde Baru, Partai NU gabung PPP. Tentu pemilu era Soeharto, PPP bukan gambaran asli NU. Sebab, pemilunya sendiri dikendalikan penguasa. Dan, sebagian besar tokoh NU kala itu menjadi tokoh Golkar.

PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) yang didirikan Gus Dur di awal reformasi bisa disebut sebagai konsolidasi terbesar nahdliyin di bidang politik. Pada 1999, saat puncak soliditas, PKB meraih 12,62 persen. Partai lain yang berbasis nahdliyin seperti PNU dan PKU, suaranya tak jauh dari 1 persen.

Suara PKB pada pemilu berikutnya, turun naik. Pada 2004 (10,56 persen), 2009 (4,95), 2014 (9,04) dan 2019 (9,69). Itu menunjukkan bahwa partai terbesar yang berbasis nahdliyin hanya mampu maksimal meraih suara 12 persen di era sekarang. Bahkan, sempat anjlok di angka 4,95 persen.

Mengapa PKB tidak menggambarkan NU sebagai organisasi Islam terbesar? Kita jadi ingat dengan kalimat populer mantan Ketua Umum PB NU Hasyim Muzadi, ”Tidak ke mana-mana, tapi ada di mana-mana.” Komunitas nahdliyin menyebar di semua partai politik.

Lain halnya saat pemilu 1955, Partai NU relatif solid hingga mencapai 18,4 persen. Itu persentase terbesar yang pernah dicapai.

PKB, partai terbesar dari kalangan nahdliyin, saat ini hanya menjadi medioker. Itulah yang membuat PKB sulit menjadi pemimpin koalisi untuk mengusung jatah capres. Daya tawar masih sebatas cawapres. 

Muhaimin Iskandar, ketua umum PKB yang semula memasang target sebagai capres pun, dalam perkembangan terakhir bakal mengisi slot cawapres. Bila skenario tak berubah, Muhaimin bakal mendampingi capres Prabowo Subianto.

Kalau untuk pos cawapres, bisa dibilang PKB paling banyak mempunyai kader. Termasuk Yahya Staquf, yang mulai muncul berita  mewacanakan duet Puan-Yahya.

Kategori :