SEATTLE, HARIAN DISWAY - Tren menjadikan jenazah manusia menjadi pupuk kompos jadi perbincangan hangat di Amerika. Mereka mengubah hal tabu menjadi peluang bisnis ramah lingkungan. Karena cara itu tergolong baru, mereka melakukannya secara spesial.
Salah satu komposter mayat di perusahaan Recompose Lynne Carpenter-Boggs menceritakan pengalamannya. Perempuan lulusan Washington State University itu mengaku senang menjalani karirnya di sana. Menurutnya, bekerja di industri pengomposan mayat adalah suatu pengalaman unik. “Saya sama sekali tidak berasal dari dunia perawatan mayat, tetapi saya telah belajar banyak selama lima atau enam tahun terakhir,” ujarnya. Lynne memiliki tanggung jawab mengawasi tanah yang digunakan untuk pengomposan dan membantu pemilik perusahaan Katrina Spade. Spade juga menjelaskan bahwa sebelum tiap mayat dimasukkan ke kapsul, Lynne biasanya akan mengingatkan semua orang untuk diam sejenak dan mengambil nafas panjang. Setelah itu ia akan membacakan puisi-puisi karya Rumi, seorang tokoh literatur Sufi. Orang-orang terkasih dari mendiang bisa menyaksikan proses tersebut secara langsung atau melalui livestream. Sejauh ini ada 30 persen kerabat terdekat yang memilih untuk melihatnya langsung dan salah satunya adalah keluarga Bontrager. “Saat saya belajar lebih banyak tentang Recompose, saya merasa ini adalah cara yang sangat anggun dan indah untuk dilakukan,” jelas Charlotte Bontrager. “Ini adalah proses alami bagi setiap makhluk hidup dalam sejarah. Anda tidak dibakar, tidak dipompa dengan bahan kimia pembalseman dan tidak memenuhi ruang. Ini seperti cara yang damai bagi tubuh untuk pindah ke fase berikutnya,” tambahnya. Keluarga Bontrager juga memilih lagu spesial untuk mengantarkan kepergian ibu mereka, yaitu “Under the Boardwalk” oleh The Drifters yang merupakan lagu favorit mendiang. Charlotte mengungkapkan bahwa ibunya memang memiliki keinginan untuk dilepaskan dengan cara pengomposan. “Kami berbicara tentang betapa kerennya itu dan mengapa butuh waktu lama untuk mendapatkan layanan seperti ini. Saya ingat dia berkata: 'Jika nanti ketika saya mati, saya ingin memilih cara itu.',” Ujarnya. Walau terkesan tenang dan bisa memberi manfaat bagi sekitar, kalau mau coba metode satu ini siap-siap terbang ke Amerika dulu, ya! (Alma Dhyan Kinansih)Bacakan Puisi Rumi sebelum Jenazah Manusia Jadi Pupuk Kompos
Jumat 11-11-2022,14:21 WIB
Reporter : Alma Dhyan Kinansih
Editor : Salman Muhiddin
Kategori :
Terkait
Minggu 16-11-2025,23:17 WIB
6 Ide Rumah Minimalis Eco-Living yang Nyaman dan Ramah Lingkungan
Selasa 04-11-2025,12:14 WIB
Zohran Mamdani Unggul di Pilwalkot New York, Trump Cemas
Senin 29-09-2025,23:52 WIB
Pertama di Surabaya, America 250 Kenalkan Bangunan Bersejarah Lewat Perayaan Kemerdekaan Amerika
Jumat 19-09-2025,19:54 WIB
Sabun Natural vs Sabun Konvensional: Mana yang Lebih Baik untuk Kulit?
Selasa 16-09-2025,09:01 WIB
Sustainable Fashion dalam FESyar Bank Indonesia 2025 (1): Sesuai Akidah, Stylish, Ramah Lingkungan
Terpopuler
Selasa 18-11-2025,06:43 WIB
Rating Pemain Jerman Pasca Sikat Slowakia 6-0, Wirtz-Woltemade Horor
Selasa 18-11-2025,08:33 WIB
Nick Woltemade Jadi Pahlawan Jerman, Masih Harap-Harap Cemas ke Piala Dunia 2026
Selasa 18-11-2025,23:10 WIB
Tewasnya Pelajar SMPN 19 Tangsel karena Bullying: Bergurau sampai Mati
Selasa 18-11-2025,12:28 WIB
Nokia 5G Keypad Phone (2025): Kombinasi Klasik dan Teknologi Masa Kini
Selasa 18-11-2025,07:00 WIB
Fabio Grosso Minta Publik Berhenti Membandingkan Timnas Italia Saat Ini dengan Tim Italia 2006
Terkini
Rabu 19-11-2025,06:33 WIB
Rating Pemain Spanyol yang Ditahan Turkiye 2-2: Dani Olmo Keren, Lainnya So So
Rabu 19-11-2025,06:00 WIB
Apple Ubah Strategi Peluncuran iPhone dan Dampaknya untuk iPhone 18 Pro dan iPhone Flip
Rabu 19-11-2025,05:33 WIB
Tes Kemampuan Akademik (TKA): Langkah Progresif Menuju Pendidikan yang Inklusif dan Berkeadilan
Rabu 19-11-2025,05:22 WIB
Spanyol vs Turkiye 2-2: Lolos ke Piala Dunia 2026, La Roja Enggak Puas!
Rabu 19-11-2025,04:33 WIB