Surabaya rawan. Setelah beberapa minggu lalu terjadi banyak pencurian kendaraan bermotor, kini marak gangster. Gerombolan anak muda bersenjata yang emosional dan mengumbar amarah. Kendati belum sampai jatuh korban jiwa, korban luka sudah bergelimpangan.
TIDAK harus menunggu jatuh korban jiwa untuk bertindak. Sama dengan saat marak curanmor, polisi kemudian berjuang keras mengungkap. Menggelar operasi untuk menekan tindak curanmor. Beberapa tersangka yang ditangkap pun harus merasakan timah panas.
Hasilnya memang reda. Namun, gangguan ketenangan warga Surabaya berganti. Segerombol pemuda bersajam mengamuk dan saling serang. Bukan serangan biasa, melainkan serangan dengan senjata tajam.
Dari beberapa tersangka yang sempat ditangkap Polres Pelabuhan Tanjung Perak, terlihat senjata yang dibawa para pemuda berandal tersebut. Celurit tajam dengan panjang lebih dari 1 meter sisi bilah tajamnya.
Dilihat dari lengkungan celurit, itu adalah jenis bulu ayam. Lengkungannya cembung dan membuat luka lebih panjang jika dibandingkan dengan celurit biasa.
Bukan hanya celurit. Mereka juga mempersenjatai diri dengan pedang, parang, sampai dengan lempengan baja dengan sisi tajam bergerigi seperti gergaji. Mirip dengan gergaji yang biasa digunakan untuk memecah es batu balok.
Kali pertama perang jalanan itu meletus di perbatasan Kenjeran dan Mulyorejo. Jatuh korban jiwa satpam perumahan yang semula berniat menyelamatkan seseorang yang diserang sekelompok orang. Nyatanya, niat baik itu membuatnya sekarat.
Kemudian, muncul lagi ulah mereka yang menyerang warung kopi di kawasan Sukolilo. Mereka menyerang warga yang sedang ngopi dengan sajam dan aksi brutal.
Siapa sebenarnya gangster tersebut? Dari beberapa tersangka yang dibekuk, ternyata mereka bukan pemuda berandalan yang tanpa kemampuan. Mereka bukan pemuda yang hanya beraninya mengeroyok dan melawan korban dengan jumlah yang jauh lebih sedikit. Mirip-mirip dengan mental pengecut. Tak berani satu lawan satu.
Mereka adalah anggota perguruan silat. Tentu diajarkan sikap kesatria di setiap perguruan silat. Itu karena silat sejatinya adalah cara pertahanan diri. Bukan menyerang lawan secara tidak jantan. Main keroyokan dan menunggu lengah.
Termasuk gangster yang menamakan dirinya dengan All Star ataupun Tim Guk Guk yang baru saja dicokok Polres Pelabuhan Tanjung Perak. Juga, yang ditangkap Polsek Sukolilo, Polrestabes Surabaya. Sebagian dari mereka adalah anggota perguruan silat.
Dendam antar perguruan silat di Jawa Timur memang mirip api dalam sekam. Sekilas tampak padam, padahal sejatinya masih menyimpan bara. Tanpa penanganan yang serius, bara itu akan kembali menyala. Terlebih, gangster yang beranggota pesilat tanpa sikap kesatria. Disfungsi pesilat.
Dan saya yakin, memang penanganan kasus tersebut sangat tidak serius. Itu karena saya tahu, di jajaran kepolisian ataupun TNI, ada senior-senior pesilat dari perguruan-perguruan tersebut. Seharusnya, merekalah yang berperan aktif meredam amarah, mengendalikan emosi para juniornya.
Saya tahu benar, beberapa nama malah menduduki jabatan sebagai penasihat atau pelindung dari pengurus cabang perguruan silat. Tapi, ya itu tadi, mereka rasanya tidak berperan meredam gejolak tersebut. Buktinya, konflik itu terus berulang dan nyaris terlambat diredam. Selalu begitu.
Kini gerombolan-gerombolan pemuda itu mulai kehabisan lahan beraksi. Sebab, polisi dan pemerintah kota mulai menggelar razia. Beberapa kelompok mulai kehilangan anggotanya setelah satu per satu ditangkap polisi.