Jean-Luc mendapat pertanyaan unik dari ayah angkatnya ketika masih kecil. Apakah kamu mau adik perempuan? Jean-Luc bersyukur menjawab pertanyaan itu dengan tepat.
– Menno Oudkerk Pool tidak menikah. Ia single parent yang membesarkan Jean-Luc. Mereka hidup berdua tinggal di Kota Roermond. Roermond adalah sebuah gemeente Belanda yang terletak di Provinsi Limburg. Kota itu diapit Belgia dan Jerman. Penduduknya sedikit. Cuma 58.800 jiwa. Bandingkan dengan Surabaya yang sudah tembus 3 juta jiwa. Anda sudah tahu bahwa banyak orang di Eropa yang memutuskan untuk childfree . Tidak ingin punya anak. Makanya, angka kelahiran menurun. Kebalikannya dengan negara berkembang di Asia, Afrika, atau Amerika Latin. Ledakan penduduk jadi masalah tersendiri bagi negara-negara itu. Makanya, banyak warga Belanda yang memutuskan untuk mengadopsi anak. Termasuk Menno. Rupanya ia ingin menambah anak adopsi. Namun, ia menanyakan niatnya itu ke Jean. Jean menolak punya adik adopsi baru. Jean bersyukur dengan jawaban itu. ” It’s like a trap. If I say yes, then I agree to the adoption (Itu seperti jebakan. Jika aku bilang iya, maka aku setuju dengan adopsi, Red),” ujar Jean. Jika sampai Jean bilang iya, muncul rasa bersalah ketika ia dewasa. Problem dan traumanya bisa makin rumit.FOTO PERTAMA ayah angkat Jean-Luc, Menno Oudkerkpool yang ditangkap dengan kamera DSLR.-Dok Jean-Luc- Belakangan Jean menyadari bahwa proses adopsi internasional sangat kejam. Bahkan, ia selalu bilang bahwa itu adalah cultural genocide . Genosida budaya. Jean juga membaca berita bahwa parlemen masih mengizinkan proses adopsi itu. Beberapa negara masih membuka pintu untuk Belanda. Untungnya, proses adopsi dari Indonesia sudah dihentikan Presiden Soeharto pada 1983. Jean termasuk gelombang terakhir adopsi itu. Ia nyaris tak lolos dibawa ke Belanda. Namun, Menno mengarang cerita bahwa Jean adalah anak kandung dari hubungan gelapnya dengan perempuan Bandung. Ia meminta hak asuh anak dan menggondol Jean ke Belanda. Ada berita yang membuat hati Jean sakit. Judulnya: Kabinet Laat Toch Buitenlandse Adoptie Toe Om Wensouders Niet Uit te Sluiten. Kabinet Belanda masih mengizinkan proses adopsi dari luar negeri.
JEAN-LUC menunjukkan barang-barang peninggalan kakek dan buyut angkatnya yang merupakan veteran KNIL.-David Ubaydullah/Harian Disway- Jean menuliskan isi hatinya terkait kabar itu. Belanda akan mulai memperdagangkan anak-anak miskin berkulit cokelat seperti saya lagi untuk memenuhi kebutuhan egois orang tua orang kulit putih yang kaya. Memiliki anak kulit berwarna yang tak berdaya. Hatiku sakit. Saya takut untuk kembali ke Belanda, ketika saatnya tiba. Indonesia sangat baik padaku. Saya diperlakukan seperti manusia dewasa dan dengan hormat. Di sinilah saya sepenuhnya memahami bahwa Belanda sangat merusak Indonesia. Kita-kita diperlakukan seperti barang (bukan sebagai manusia). Terutama ketika trauma kita mengambil kendali dan kitalah yang dianggap bermasalah, bukan sistemnya. Trauma berjalan lebih dalam dari yang saya bayangkan. Orang Indonesia tidak memperlakukan saya sebagai anak angkat, tetapi sebagai orang Indonesia yang tinggal di luar negeri. Saya tidak menghadapi rasisme. Tidak ada yang memberi tahu saya bagaimana perasaan saya tentang adopsi. Orang Belanda melakukannya sambil menguasai pikiran dan emosi (penjajahan). Orang Indonesia mencoba membuat saya melihat ke depan. Mereka hanya ingin saya terhubung kembali dan mempertimbangkan masa depan di Indonesia di mana saya bisa menjadi dan melupakan masa lalu (tidak semudah itu). Semua orang yang saya temui dengan senang hati membantu. Seperti itulah orang Indonesia, kalau tidak, saya tidak akan pernah menemukan keluarga saya. (Salman Muhiddin) Second Home Visa. BACA BESOK!