BEBERAPA tahun belakangan kekerasan terhadap orang tua cukup marak terjadi di Indonesia. Kasus yang baru saja terjadi, seorang anak tega meracun kedua orang tua dan saudara kandungnya di Magelang.
Peristiwa yang agak berbeda terjadi di Tapanuli Selatan. Yaitu, serombongan anak berseragam sekolah menendang seorang nenek sampai terjatuh di jalan.
Tema kekerasan terhadap orang tua selama ini kurang menjadi pembahasan, baik secara praktis maupun akademis. Perhatian kita sampai saat ini masih sekitar kekerasan terhadap anak dan perempuan. Oleh karena itu, di tingkat praktis, terdapat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Di perguruan tinggi, kajian akademis mengenai kekerasan anak terhadap orang tua juga minim. Yang sudah ada adalah kajian mengenai kekerasan terhadap anak (child abuse) yang menurut Bagong Suyanto (2019) merupakan bagian dari pembahasan sosiologi anak.
Kekerasan anak terhadap orang tua sebenarnya bukan hal baru di Indonesia. Kearifan lokal yang berkembang di daerah telah lama merekam hal tersebut.
Di Sumatera Barat berkembang cerita rakyat tentang Malin Kundang yang berubah menjadi batu karena melakukan kekerasan verbal terhadap ibunya. Di Kalimantan Barat juga terdapat cerita Batu Menangis yang mirip dengan Malin Kundang, yaitu kekerasan anak terhadap orang tua.
Cerita Malin Kundang menunjukkan bahwa tindak kekerasan terhadap orang tua sebenarnya telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat kita sejak dulu. Namun, karena tidak sebanyak kekerasan terhadap anak, kasusnya kurang diperhatikan secara maksimal.
Perspektif yang berkembang di masyarakat adalah orang tua di dalam keluarga merupakan makhluk kuat, baik secara jasmani maupun rohani. Orang tua diposisikan sebagai aktor yang dalam bahasanya Gramsci melakukan hegemoni terhadap keluarga dengan cara mereka masing-masing.
Tindakan kekerasan orang tua terhadap anak adalah bagian dari hegemoni tersebut. Dengan begitu, jika suatu saat ada tindakan sebaliknya, yaitu anak melakukan kekerasan terhadap orang tua, hal tersebut dianggap sebagai perkecualian atau anomali.
Mengapa Terjadi?
Orang tua di Indonesia memiliki posisi sangat kuat karena mendapat perlindungan kultural dan sosial yang bersumber pada wahyu Ilahi. Dalam agama Islam, orang tua menempati posisi yang sangat istimewa.
Al-Qur’an surat Al-Ahqaf ayat 15 secara tegas memerintah manusia berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Anak yang tidak berbuat baik kepada orang tua menurut sebuah hadis dikategorikan sebagai anak durhaka. Menyakiti orang tua adalah dosa besar yang akan dihukum baik di dunia maupun di akhirat.
Dalam konteks ini, orang tua sudah mendapat perlindungan sepenuhnya dari Tuhan agar tidak mendapat perlakuan buruk dari anak-anaknya. Namun, mengapa perlindungan yang sedemikian kuat tetap bisa diterobos seorang anak sehingga tetap saja ada orang tua yang disakiti, bahkan dibunuh, anak sendiri?
Berbagai diskusi mengenai perilaku kejam terhadap anak-anak sering kali berbalik arah pada orang tua. Orang tua tetap dianggap sebagai penyebab dari perilaku menyimpang dari anak-anaknya.