Dag Dig Dug Menteri Nasdem

Sabtu 24-12-2022,10:40 WIB
Reporter : Mohamad Nur Khotib
Editor : Tomy C. Gutomo

JAKARTA, HARIAN DISWAY - Ini benar-benar sudah masuk tahun politik. Setelah Partai Nasdem mendeklarasikan Anies Baswedan, suhu politik memanas. Presiden Jokowi memberi sinyal akan merombak lagi kabinetnya. Tentu para menteri dari Nasdem harus siap-siap. Bisa jadi mereka adalah target utama reshuffle kabinet.

Sinyal Jokowi itu disampaikan Jokowi kepada wartawan usai meresmikan Bendungan Sukamahi, Kabupaten Bogor, Jumat, 23 Desember 2022. Saat itu wartawan menanyakan hasil survei Charta Politika yang menyebut mayoritas masyarakat menghendaki reshuffle kabinet. Jokowi menjawab singkat.  ”Ya, nanti,” ujarnya.

Sebetulnya, kabar reshuffle kabinet itu sudah bergaung dari kalangan relawan Jokowi. Tepat setelah Partai Nasdem mendeklarasikan Anies. Relawan Jokowi meminta tiga menteri dari Nasdem segera dicopot. Tiga menteri itu adalah Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate, Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya, dan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

Rencana reshuffle menguat setelah lembaga survei Charta Politika merilis hasil survei terkait kinerja kabinet pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin, kemarin. Survei itu dilakukan 8-16 Desember. Melibatkan sebanyak 1.200 responden.

Hasilnya, kepuasan masyarakat terhadap kinerja para menteri 60,5 persen. Dan sebanyak 61,8 persen responden setuju apabila kabinet segera dirombak. "Ternyata ada sikap lain di balik kepuasan itu. Publik lebih banyak yang setuju dengan rencana reshuffle," ujar Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya.

Bagi Yunarto, hasil survei itu perlu diperhatikan Jokowi jika ingin meninggalkan warisan yang baik dalam periode akhir masa kepemimpinannya.  Apalagi menjelang Pemilu 2024, tentu ada peluang besar para menteri yang ingin maju sebagai kontestan. Baik sebagai calon presiden (capres) maupun calon wakil presiden (cawapres). 

Termasuk adanya sikap parpol koalisi pemerintah yang menyatakan posisi politik berseberangan dengan Jokowi. ”Dua tahun terakhir akan menjadi ujian paling penting bagi pemerintahan. Presiden sudah tidak bisa maju lagi. Saya pikir, itu perlu menjadi catatan,” sambungnya.

Sebelumnya, ada tujuh partai yang bergabung menjadi koalisi pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin. Selain PDIP, ada Nasdem, Golkar, Gerindra, PKB, PPP, dan PAN. Namun, Nasdem sudah mendeklarasikan pembentukan Koalisi Perubahan. Bakal menggandeng Demokrat dan PKS.

Maka peta politik itulah yang akan memperkuat alasan Jokowi untuk merombak kabinetnya. Diperkirakan bakal menjadi reshuffle akhir jelang lengsernya Jokowi. Strategi ini sudah jamak dilakukan oleh petahana jelang pilpres.

Misalnya, di era jelang lengsernya kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2014 silam. Hatta Rajasa yang menjabat sebagai Menko Perekonomian saat itu memutuskan menjadi pasangan Prabowo Subianto di Pilpres 2014. Kemudian jabatan menteri itu diganti oleh Chairul Tanjung.

“Itu kalkulasi teknokratik saja. Jadi jangan sampai roda pemerintahan berjalan pincang,” ujar Ahmad Khoirul Umam, pengamat politik dari Universitas Paramadina. Bahwa capres dan cawapres dari kabinet bakal dicopot. Itu sudah hal lumrah dalam politik.

Pertimbangan berikutnya menggunakan kalkulasi politik. Menimbang elemen kekuatan parpol. Reshuffle itu bakal menyasar semua menteri yang berasal dari parpol yang berseberangan dengan pemerintah. Misalnya, parpol yang dekat dengan Nasdem lantaran tengah mengusung narasi Koalisi Perubahan.

Kemungkinan besar PDIP meminta Jokowi untuk mengoreksi jatah kabinet dari koalisi lama itu. Bahkan bisa secara general. Bisa menyasar gerbong Prabowo dari Gerindra dan Muhaimin Iskandar dari PKB. “Pertanyaannya, siapa saja? Itu sangat ditentukan oleh dinamika politik dalam pilpres nanti,” tandas Umam.

Ia memprediksi reshuffle bakal dilakukan dalam waktu dekat. Sebelum akhir tahun. Mengingat, penetapan capres dan cawapres dijadwalkan pada 25 November 2023. Seperti yang tertuang dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 2 Tahun 2022.

Semua kalkulasi politik itu sangat mungkin terjadi. Terutama apabila Jokowi berlaku sebagai politikus. “Tapi saya kira presiden sebaiknya berdiri di atas semua. Sudah saatnya jadi negarawan, sesosok orang tua. Bukan malah downgrade dengan memberi politic endorsement semacam itu,” jelas Umam. (*)

Kategori :