Beberapa waktu lalu, Semeru batuk. Dan sebagai fotografer Harian Disway, aku ditugaskan ke sana. Meliput dan memotret hal-hal menarik. Suasana mencekam, sedih, kekecewaan, saling-silang di Dusun Kajar Kuning. Tapi ada juga kejadian unik, termasuk kelucuan-kelucuan yang kutangkap selama di sana.
LAHAR dingin dan kepul asap. Susul-menyusul gelombang panas melewati jalan-jalan Dusun Kajar Kuning. Rumah warga terpendam hingga tiga meter. Hanya menyisakan atapnya. Tapi yang unik dan membuat siapa saja terpukau adalah bangunan masjid yang masih aman. Sungguh, ini mukzizat Tuhan. Sebuah masjid tetap tegak berdiri. Hanya terpendam setengah meter saja. Sedang bangunan yang lain tak tampak lagi. Masjid itu viral di media sosial. Banyak orang heran dan mengucap syukur atas kebesaran Tuhan. Bahwa gelombang doa yang kerap dipanjatkan di masjid itu mampu membuat lahar terbelah. Tak sampai memakan habis rumah suci umat Islam itu. Aku melihatnya langsung dan ikut takjub. Tak berapa lama, sepeda motor terlihat bergerak perlahan. Seorang tim SAR memboncengkan bapak tua yang terus berbicara. Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Madura. Aku tak tahu artinya. Orang-orang di sekitarku pun turut heran. Lantas bapak tua itu berhenti, menghampiri lima pemuda. Sepertinya mereka adalah anak-anak orang itu. Sebab, pak tua itu memarahi mereka layaknya anak sendiri. Ternyata benar. Dari keterangan warga setempat yang kutanya, bapak itu memang sedang memarahi kelima puteranya. Sebab, empat hari sebelum Semeru batuk, bapak itu telah mengajak anak-anaknya untuk pergi ke pusat Kota Lumajang. Bermalam di rumah kerabatnya. Tapi saat itu, kelimanya menolak ajakan bapaknya. Tujuan pergi ke Lumajang, karena pak tua itu mendapat ilham dari mimpi. "Nah, barusan bapak itu bilang, pernah mimpi melihat kereta api yang hendak tiba di stasiun. Artinya, akan ada sesuatu yang gawat. Ternyata, arti mimpinya adalah Semeru mengeluarkan lahar dingin," ujar warga itu. Dalam dialog antara bapak dan anak itu, terungkap bahwa pak tua itu marah besar karena kelima anaknya tak mau menurut. Ajakannya untuk pergi ke pusat Kota Lumajang ditolak begitu saja. Padahal, sudah diperingatkan bahwa akan ada kejadian besar. Tapi mereka tak peduli dan menyebut bahwa mimpi hanyalah bunga tidur. Tapi mimpi itu jadi kenyataan. Pak tua pun menganggap bahwa kelima puteranya suka menyepelekan petunjuk alam. Mereka lebih memilih memeluk hartanya di rumah masing-masing. "Buat apa kalian memikirkan rumah dan kekayaan? Toh, akhirnya jadi begini. Yang paling penting itu kesehatan, keselamatan. Yang penting itu nyawa! Untung Allah masih membiarkan kalian hidup!" bentak bapak itu pada kelima anaknya, dalam Bahasa Madura.MASJID BERKUBAH KUNING berdiri kukuh di tengah lahar dingin di Dusun Kajar Kuning, Desa Sumber Wuluh, Lumajang, 5 Desember 2022.-Julian Romadhon-Harian Disway- Seperti nasib warga Dusun Kajar Kuning yang lain, rumah mereka semua terpendam lahar dingin hingga tiga meter. Begitulah. Saat kunjungan ke lereng Semeru, banyak hal-hal unik yang berhasil kudapatkan. Dusun Kajar Kuning yang terletak di Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, Lumajang itu memang kawasan yang paling parah terkena dampak muntahan lahar dingin Semeru. Warga setempat mengungsi di Balai Desa Penanggal, Kecamatan Candipuro. Desa yang berada cukup jauh dan tidak terkena dampak lahar dingin. Selama di sana, aku melihat banyak warga yang mencoba kembali ke rumah untuk menyelamatkan harta benda yang tersisa. Utamanya setelah batuk Semeru mereda. Meski begitu, bekas aliran lahar yang telah kering, masih terasa panas. Jangan menyentuhnya dengan kaki telanjang apabila tak ingin kulit melepuh. Lahar dingin yang dimuntahkan Semeru terlihat dengan jelas di jalur lahar, yang berada di Gladak Perak. Tak jauh dari dusun itu. Di sana terdapat sebuah jembatan dengan tiang-tiang berwarna merah di tepi kanan dan kiri. Aku melihat dari situ dan saat pertama kali datang, 4 Desember 2022, lahar dingin Semeru sedang deras-derasnya. Lahar itu meluncur bergelombang dengan kepul asap. Dari jauh saja hawa panasnya sudah sangat terasa. Entah mengapa aliran itu disebut sebagai "lahar dingin". Padahal faktanya tidak ada dingin-dinginnya sama sekali. Mungkin disebut seperti itu karena panasnya tak sepanas lahar asli. Warga di sekitar Geladak Perak pun berbondong-bondong datang ke tepi geladak. Ada pula yang turun hingga sampai di tanah sebelah kiri jalur lahar. Mereka menjadikan aliran itu sebagai tontonan. Pada tanggal 5 Desember pagi, aku berkunjung ke tempat pengungsian. Melihat aktivitas para pengungsi dari Dusun Kajar Kuning. Namun saat itu mereka sedang berkemas untuk pulang. Secara bertahap, mereka meninggalkan tempat pengungsian itu. Tapi tak berapa lama tim SAR dan pemerintah desa mendapat informasi bahwa Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa akan hadir untuk melihat kondisi para pengungsi. Lucunya, mereka yang sudah pulang dipanggil kembali. "Panggil ke sini semuanya. Soalnya mau ada Bu Gubernur," ujar salah seorang perangkat desa. Beberapa orang pun bersungut-sungut pergi, memanggil para pengungsi yang sebenarnya sudah pulang ke rumah, untuk kembali ke tempat pengungsian. Secara bertahap pula mereka datang lagi. Tentu kecewa, tapi mau bagaimana lagi. Dalam hati mereka berharap mendapat sumbangan dari Bu Gubernur. Entah uang, sembako atau pakaian.
MASJID BERKUBAH KUNING berdiri kukuh di tengah lahar dingin di Dusun Kajar Kuning, Desa Sumber Wuluh, Lumajang, 5 Desember 2022.-Julian Romadhon-Harian Disway- Pada tanggal 6 Desember, aku berkemas pulang ke Surabaya. Sebelumnya aku sejenak menengok lokasi Dusun Kajar Kuning di lereng Semeru. Ternyata di sana masih ada orang-orang yang bekerja untuk membuat jalur lahar. Mereka tidak takut jika Semeru batuk lagi. "Ah, kalau gunungnya nyembur kan pasti ada pemberitahuan," ujar salah satu dari mereka. Aku hanya menepuk pundaknya sekali. Lalu mendoakan agar ia dan pekerja-pekerja gigih lainnya, senantiasa sehat dan selamat. (Guruh Dimas Nugraha)