Sementara itu, harga BBM bersubsidi seperti Pertalite dan Solar masih tetap. Belum bisa dipastikan ikut turun sejak naik pada 3 September 2022 lalu. Pemerintah hanya sanggup nombok sebesar Rp 1.100 per liter untuk Pertalite dan Rp 6.500 untuk Solar.
Sebab, harga di pasar dunia masih tinggi. Harga keekonomian Pertalite mencapai Rp 11.100 dan Solar mencapai Rp 13.300. Sebelumnya, keputusan menaikkan harga jual BBM subsidi itu bertujuan untuk mengalihkan subsidi BBM agar lebih tepat sasaran.
Mengingat, anggaran subsidi pemerintah naik nyaris tiga kali lipat saat itu. Dari Rp 152,5 triliun menjadi Rp 502,4 triliun. Sementara faktanya 70 persen subsidi justru dinikmati oleh kelompok masyarakat yang mampu.
Menkeu Sri Mulyani menegaskan bahwa harga BBM subsidi sangat bergantung pada tiga hal. Yaitu harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP), kurs Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), serta volume pemakaian BBM kedua jenis tersebut.
“Khususnya kita melihat bagaimana pertumbuhan ekonomi terus menguat, tentunya permintaan akan meningkat, sehingga pemerintah berupaya melihat di satu sisi menjaga arah reformasi supaya tetap sasaran,” ungkapnyi dalam Konferensi Pers APBN Kita, kemarin.
Kali terakhir, rata-rata harga ICP pada bulan Desember 2022 sudah ditetapkan turun. Dari yang sebelumnya USD 87,50 per barel menjadi USD 76,66 per barel.
Pada 2022, pemerintah memosisikan APBN sebagai shock absorber dan masih akan melakukan perannya untuk antisipasi ketidakpastian pada 2023. “Artinya, anggaran APBN subsidi energi dalam hal antisipasi. Jadi, pemerintah akan terus memantau perkembangan harga walaupun sekarang ICP masih cukup tinggi,” tandas Sri. (*)