KALAU mengikuti apa yang dibilang Bai Juyi 白居易 (772–846), maka sebenarnya tidak ada orang bodoh di dunia ini. Yang ada hanyalah mau atau tidaknya untuk belajar terus-menerus. Sebab, kata pejabat sekaligus penyair dinasti Tang yang sohor dengan penggunaan bahasanya yang sederhana dalam puisi-puisinya itu, "补拙莫如勤" (bǔ zhuō mò rú qín): kalau mau menyingkirkan kebodohan, tak ada jalan lain selain giat belajar. Persis yang dinyatakan adagium Indonesia, "Rajin pangkal pandai."
Itulah mengapa King Tamara, instruktur bahasa Mandarin di Surabaya International Institute of Business & Technology (SIIBT), menjadikan "熟能生巧" (shú néng shēng qiǎo) sebagai pegangan hidupnya. Pepatah yang berasal dari Gui tian lu (归田录), kumpulan cerita pendek karya sastrawan dinasti Song Ouyang Xiu 欧阳修 (1007–1072), ini artinya: dengan latihan, akan melahirkan keahlian.
Dikisahkan di sana, pada masa dinasti Song Utara (960–1127), hidup seorang yang sangat ahli memanah. Bidikannya tak pernah meleset. Ia amat bangga pada keahliannya tersebut dan percaya bahwa ialah pemanah terbaik di dunia.
Suatu hari, ia sengaja berlatih memanah di kerumunan massa. Orang-orang berdecak kagum padanya. Namun, ada penjual minyak tua yang tampak tak tertarik sama sekali.
Kesal mendapati reaksi sang penjual minyak, si pemanah bertanya dengan congkak, "Kau bisa melakukan seperti yang kulakukan tadi?"
Sang penjual minyak menjawab tidak.
Ia kemudian menanyakan pendapat sang penjual minyak tentang keahlian memanahnya. "Tak ada yang istimewa. Semua bisa dengan latihan," jawabnya, enteng.
Jawaban sang penjual minyak membuat si pemanah makin dongkol. Murid-muridnya pun ikut berang. "Hei, Pak Tua, berani-beraninya kau meremehkan guru kami?!" sergah salah satu anak didiknya.
Tanpa mengucap sepatah katapun, sang penjual minyak langsung mengambil botol, lalu ia tempatkan di tanah, dan di mulut botolnya ditaruh koin perunggu yang di tengahnya berlubang. Setelahnya, ia tuangkan minyak lewat lubang kecil koin tersebut. Sampai botol penuh, tak ada setetespun minyak membasahi koin itu.
Para penonton menyaksikan dengan takjub. Sang penjual minyak lantas menemui si pemanah yang juga tak kalah terkagum-kagum. "Ini pun tidak ada apa-apanya. Saya bisa melakukan ini karena saya telah banyak berlatih. Dengan latihan, akan melahirkan keahlian," ujar sang penjual minyak.
Sejak saat itu, si pemanah makin semangat berlatih dan tak lagi tinggi hati. Ia mengamalkan ilmu padi: semakin berisi, semakin merunduk. (*)