BATU, HARIAN DISWAY - Penampakan pocong di alun-alun Kota Batu, Adi Cahyono, ditemui Harian Disway pada Rabu, 8 Februari 2023. Ia mengungkap alasannya bekerja dengan cara seperti itu.
Saat berbincang, tampak orang-orang berlalu-lalang di hadapan Adi. Beberapa menghindar agar tidak lewat di depannya. Tapi kepada mereka semua, si pocong tetap berusaha menyapa ramahnya. Ia kadang usil menggoda sejoli yang berjalan bersama. "Halo mas. Hati-hati. Itu ceweknya digandeng apa tak gandeng. Mumpung aku lagi jomblo, hehehe," goda Adi.
Si pocong foto bersama para pejalan kaki di Kota Batu - Alfian Nur Riski
Ada alasan Adi mengaapa menjadi pocong. Dia susah mencari kerja. Karena keterbatasan latar belakang pendidikan. "Terus piye (lalu bagaimana, Red) cari kerja susah. Apalagi ijazah cuma sampai SMP, " jawab pemuda asal Malang kota tersebut.
Asli Malang, Adi memutuskan pergi ke Batu untuk mencari kerja. Alasannya dia tidak mau membebani dan terus bergantung pada orang tuanya. “Mau sampai kapan jagakno wong tuo mas (bergantung sama orang tua, Red), jadi mau enggak mau aku harus bekerja,” tandas Adi.
"Pokoknya niat kerja. Mumpung oleh orang tua dibebaskan. Mereka yang berkerja sebagai petani di Malang sudah tahu kok kalau aku kerja kaya begini," terang pemuda dua puluh tahun itu.
Karena itu Adi menikmati konsekuensi dari pilihan hidupnya dengan sabar. Tidak ada hari libur di tanggalan Adi. Karena setiap hari adalah hari Senin.
Adi mengaku sedikit punya iri saat melihat para wisatawan yang ditemuinya di Kota Batu, asyik menikmati sejuknya Batu. Namun, ia sadar bahwa pilihan hidup yang sudah dipilih harus dengan sungguh dijalani. Adi berusaha tidak pernah mengeluh kala ia bekerja.
Saat bekerja sebagai pocong, Adi tidak pernah usil berlebihan. Seperti menggertak pengunjung untuk niat menakut-nakuti. "Aku tidak berani mengganggu orang berlebihan karena itu memang tidak boleh. Dulu ada kuntilanak jadi-jadian yang ngagetin pengunjung sampai kena serangan jantung. Semenjak itu tidak boleh ada yang menggangu pengunjung berlebihan," terangnya.
Adi tahu banyak orang mencibirnya karena memilih bekerja seperti itu. Namun, Adi tidak marah. Ia hanya membalas dengan senyuman. “Aku enggak terlalu peduli. Meski kadang njengkelno ati (bikin kesal hati, Red). Toh aku ya tidak hidup ikut mereka dan tidak mencuri,” ucap Adi, sembari membenarkan rambutnya yang menyembul dari kafannya.
Adi pasrah dengan takdir ke depan. Yang penting ia terus menjalani pilihan hidup. Tanpa keraguan sedikit pun. "Sementara dilakoni sek iki (dijalani aja dulu ini, Red)," tegas Adi.
Semakin sore, makin banyak borang memenuhi alun-alun Batu. Beberapa tetap melewati jalan di mana Adi berada. Sembari menyapa. Sebagian lainnya mencari jalan memutar setelah melihat penampakan pocong.
Kali ini, Batu tidak hanya sekadar menikmati susu sapi murni. Namun, perihal menikmati cerita pengalaman hidup. (*)