JAKARTA, HARIAN DISWAY - Di dalam ruang sidang, Richard Eliezer Pudihang Lumiu dan tim penasihat hukumnya saling berangkulan. Berbentuk lingkaran sambil menundukkan kepala. Mereka berdoa meminta pertolongan terakhir kepada Tuhan. Sekitar 10 detik mereka melakukan itu semua.
Tindakan itu dilakukan beberapa menit sebelum majelis hakim memasuki ruang sidang. Ketegangan tergambar jelas dari raut wajah mantan polisi berpangkat Bharada itu. Ia adalah orang terakhir yang menjalankan sidang putusan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Empat terdakwa lainnya sudah melewati sidang tersebut. Pria itu jugalah yang menembak Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat hingga meninggal. Namun, Eliezer jugalah yang membongkar skenario yang digunakan mantan pimpinannya Ferdy Sambo. Hingga akhirnya memudahkan pekerjaan majelis hakim dalam yang menyidangkan perkara tersebut.
Kejujuran itu juga mendapat dukungan dari kedua orang tua Yosua: Samuel Hutabarat dan Rosti Simanjuntak. Di sidang putusan tersebut, keduanya juga hadir. Tentu dengan tetap membawa foto Yosua. Sejak 13 Februari 2023 mereka sudah berada di Jakarta.
BACA JUGA:Eliezer Pembunuh, tapi Hero Perkara Sambo
Sepanjang pembacaan amar putusan oleh Ketua Majelis Hakim Wahyu Imam Santoso, Eliezer terlihat lebih banyak menunduk. Sangat jarang ia melihat muka muka majelis hakim yang berada di depannya. Sidang itu berjalan hampir dua jam.
Hingga akhirnya hakim Wahyu membacakan pertimbangan hakim yang memberatkan dan meringankan putusan tersebut. Saat mendengarkan itu, muka pria kelahiran Manado itu langsung memerah. Seperti berusaha menahan tetesan air mata untuk tidak keluar.
Namun, tangisannya pun langsung pecah ketika mendengarkan putusan majelis hakim. “Memutuskan, menyatakan Richard Eliezer terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah ikut serta melakukan pembunuhan. Menghukum terdakwa penjara selama 1 tahun dan enam bulan,” kata hakim di ruang sidang, Rabu, 15 Februari 2023.
Eliezer atau yang dikebal dengan Bharada E pun langsung menundukkan badannya. Menunjukkan penghormatannya ke majelis hakim. Ruang sidang yang sejak awal hening berubah gaduh. Kedua orang tua Yosua pun terlihat santai duduk di kursi tamu persidangan.
Hukuman yang diberikan majelis hakim itu jauh lebih ringan ketimbang tuntutan JPU. Rabu, 18 Januari 2023 lalu, jaksa memohon agar majelis hakim menghukum terdakwa itu penjara selama 12 tahun.
Jaksa menilai, eliezer telah memenuhi unsur perbuatan pembunuhan berencana. Ia dijerat pasal pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 juncto pasal 55 ayat ke-1 KUHP. Pasal itu juga yang digunakan majelis hakim.
Mendengar putusan tersebut, Rosti Simanjuntak menerima. “Walaupun Eliezer menghujani anakku dengan timah panas. Saya percaya kepada hakim yang menyampaikan vonis Eliezer. Kami keluarga menerima apa yang diberikan hakim saat persidangan,” kata Rosti.
Keluarga Yosua percaya majelis hakim sebagai perpanjangan tangan Tuhan. “Biarlah almarhum Yosua melihat Eliezer dipakai Tuhan. Ini perkataan seorang ibu kepada Eliezer. Yang mendukung kita semua,” kata Rosti sambil menangis.
Sementara, kedua orang tua Eliezer mengikuti persidangan tersebut dari rumah. Hanya melihat dari siaran live dari salah satu stasiun TV. Usai mendengarkan putusan majelis hakim, mereka berdua pun langsung sujud syukur.
Reynecke, ibu Eliezer, juga senang mendengar putusan tersebut. Dia pun berterima kasih kepada keluarga almarhum Brigadir Yosua yang telah memaafkan putranyi. Putusan tersebut menurutnyi tidak lepas dari bantuan keluarga Yosua.