JAKARTA, HARIAN DISWAY – Indonesia siap jadi produsen baterai terbesar. Ambisi itu yang terus dikejar mulai tahun ini. Bermula dengan pembangunan pabrik baterai listrik di Maluku Utara setelah Indonesia menerima investasi dari dua perusahaan raksasa luar negeri: LG Korea Selatan dan CATL Tiongkok.
Dengan pendirian pabrik itu, terbit harapan agar tercipta ekosistem kendaraan listrik (electric vehicle) dari hulu hingga hilir. Tentu saja bukan isapan jempol belaka. Mengingat Indonesia juga sangat kaya nikel sebagai bahan utama baterai. Namun, ternyata itu belum cukup untuk mewujudkan ambisi itu.
"Karena kita tidak punya Lithium yang notabene menjadi bahan utama pengembangan industri baterai EV," ujar Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dikutip dalam laman resminya, Selasa, 14 Februari 2023.
Untuk itu, harus ada kerja sama dengan negara lain. Dan Australia menjadi kandidat terbaik untuk dijadikan partner. Sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo saat berbicara di hadapan para pimpinan pengusaha global pada B20 Summit Indonesia 2022 di Bali pada November lalu.
Jokowi mengajak Perdana Menteri (PM) Australia Anthony Albanese. Yakni agar mau berinvestasi dalam pembangunan ekosistem pabrik baterai kendaraan listrik di RI. Sembari memuji kekayaan lithium yang dimiliki Negeri Kanguru itu.
Apalagi setengah dari lithium dunia ada di sana. Jika dikerjasamakan dengan Indonesia yang kaya nikel, tentu akan mudah memproduksi baterai kendaraan listrik. Jokowi ingin lithium itu dibawa ke Indonesia untuk kemudian dihilirisasi.
Luhut pun gerak cepat. Ia baru saja bertemu dengan PM Australia Anthony Albanese di Gedung Parlemen Australia, kemarin. Yakni dalam rangka menjajaki kerja sama dengan Australia terkait pengadaan lithium.
Bahkan, kata Luhut, Indonesia siap meningkatkan impor lithium dari Australia. "Saat ini Indonesia berfokus untuk mengembangkan dan memperluas industri hilir. Untuk memenuhi target kami menjadi produsen baterai lithium terbesar di dunia, kami berharap dapat meningkatkan impor lithium dari Australia," terangnya.
Dengan mempererat kerja sama itu, kedua negara akan mendapat manfaat ekonomi yang besar. Sebab bisa menjadi pemasok kebutuhan industri baterai Lithium-ion secara global.
Luhut pun yakin kerja sama itu akan berlangsung dengan baik. Mengingat, Indonesia-Australia juga pernah menjajaki kerja sama serupa. Sebelumnya. Pada 2021, kedua negara menandatangani pernyataan bersama tentang Kerjasama Ekonomi Hijau dan Transisi Energi. Itu bukti bahwa kedua negara berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca dan membatasi dampak perubahan iklim. Yakni dengan beralih ke ekonomi rendah karbon.
"Pertemuan hari ini untuk memperdalam dan memperluas lagi kerja sama perdagangan dan investasi antara Indonesia dan Australia, yang sempat terhambat karena pandemi dan krisis global beberapa tahun terakhir," jelasnya.
Ia berharap hubungan bilateral Indonesia dan Australia, khususnya di sektor ekonomi, bisa terjalin lebih kuat dan konstruktif bersama-sama. Apalagi, Luhut juga menyempatkan bertemu dengan para pengusaha lithium di Australia. Dan dijembatani Australia Indonesia Business Council dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Perth. (Mohamad Nur Khotib)