SURABAYA, HARIAN DISWAY- Permasalahan terorisme di Indonesia belum terselesaikan. Praktik tersebut merupakan buntut dari ajaran menyimpang yang dilakukan kelompok-kelompok tertentu. Mereka selalu mengatasnamakan agama.
Beberapa daerah sedang berusaha mencegah dan menanggulangi ekstremisme berbasis kekerasan. Suatu ajaran yang mengarah ke terorisme. Jawa Timur merupakan provinsi pertama yang berani mengonsep cara pencegahan dan penanggulangan itu.
Karena itu, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memberikan penghargaan kepada provinsi yang dipimpin Khofifah Indar Parawansa tersebut. Penghargaan itu diberikan di The Sultan Hotel & Residence Jakarta Pusat, Jumat, 10 Maret 2023.
Penghargaan itu diberikan dalam acara Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE). Kepala Bakesbangpol Jatim Eddy Supriyanto hadir dalam acara itu.
Atas penghargaan tersebut, Khofifah meminta masyarakat agar toleransi dan moderasi beragama harus dijunjung tinggi di Jatim. Sebab, dalam sebuah negara, kedamaian antar sesama masyarakat sangat mendukung tercegahnya ekstremisme.
”Terima kasih kami haturkan atas penghargaan ini. Anugerah ini sekaligus menunjukkan bahwa nilai toleransi telah tertanam di tengah perbedaan di masyarakat,” kata Khofifah di Gedung Negara Grahadi.
Dalam dua tahun pelaksanaan RAN PE, berbagai capaian keberhasilan telah ditunjukkan Pemprov Jatim. Yakni, melalui kerja kolaboratif sebagai perwujudan penerapan whole government and whole society approach.
Keberhasilan pelaksanaan RAN PE dapat terjejaki dengan munculnya berbagai inisiatif yang dilakukan. Kementerian Agama (Kemenag) mencatat, indeks kerukunan umat beragama di Jatim 2021 berada di angka 77,8 persen. Pluralisme di Jatim tergolong tinggi.
Capaian itu menempatkan Jatim ada di urutan pertama se-Pulau Jawa. Bahkan, angka yang diraih Jatim tersebut tercatat lebih tinggi dari rata-rata capaian KUB nasional yang hanya berada di angka 72,9 persen.
Menurutnyi, ada tiga hal penting dalam menciptakan moderasi beragama. Yakni, understanding, trust, dan respect. ”Tiga hal tersebut harus dibangun antar masing-masing elemen strategis. Dengan adanya understanding, maka antarentitas akan memahami satu sama lain. Sehingga muncul trust atau kepercayaan satu sama lain,” katanyi.
Kepercayaan itu timbul berdasar kesepahaman yang komprehensif. Ketika understanding dan trust sudah muncul, akan muncul respect. Satu dengan yang lain saling menghormati dan saling menghargai.
”Penting untuk bisa membangun moderasi beragama. Ketika ada kemungkinan terjadi kerapuhan persaudaraan, persatuan dan kesatuan, maka moderasi beragama dan toleransi akan menjadi penangkalnya. Sekaligus fondasi membangun kembali persaudaraan antara satu dengan yang lain,” ungkapnyi.
Dia pun mengingatkan bahwa toleransi dan moderasi beragama adalah upaya nyata yang mampu merawat kebinekaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Itu dapat mencegah kelompok yang ingin merusak persatuan dan persaudaraan. (*)