Oleh
Retna Christa
wartawan Harian Disway
Mulai pekan lalu, Netflix menayangkan Saiyo Sakato. Serial orisinal Goplay yang dirilis tiga tahun silam. Mengangkat isu poligami dalam persaingan antara rumah makan padang, banyak yang perlu dikritisi dari serial yang dibintangi Cut Mini Theo dan Nirina Zubir ini. Meskipun, harus diakui, penampilan para aktornya sangat menghibur.
ITIAK lado mudo, atau bebek cabe hijau, salah satu masakan yang ditampilkan di Saiyo Sakato. Sinematografi serial ini bikin penonton langsung kepingin menyantap masakan padang.-Goplay-
PERNAHKAH Anda mendengar sebuah usaha yang cabangnya banyak, tapi tidak satu owner?
Saat kecil, saya diberi tahu bahwa Perusahaan Otobus (PO) Akas adalah milik tiga orang. Ada Akas yang biasa, Akas Asri, dan Akas Green. Logonya berbeda-beda, meski livery-nya sama. Dari seorang kondektur yang suka bergosip, saya mendengar bahwa Akas yang biasa adalah milik istri pertama. Akas Asri punya istri kedua. Dan Akas Green diwarisi oleh istri ketiga.
Entah benar atau tidak kata-kata kondektur yang bercerita sembari mencoreti karcis tersebut. Namun, Saiyo Sakato, rupanya terinspirasi oleh berbagai urban legend semacam itu. Dua restoran padang dengan nama sama, dikelola oleh dua janda seorang pria.
Zul (Lukman Sardi), pemilik resto Saiyo Sakato di kawasan Bendungan Hilir Jakarta, meninggal karena serangan jantung. Mar (Cut Mini Theo) kelabakan meneruskan bisnis tersebut. Karena kedua anak dia, Nisa (Fergie Britney) dan Zaenal (Chicco Kurniawan) tak ada yang bisa memasak seenak Zul. Zaenal sebenarnya bisa. Tapi ia masih terlalu muda untuk mau meneruskan bisnis keluarga. Ia lebih suka pacaran sambil mengembangkan usaha sendiri: cendol boba.
Di tengah kegalauan Mar, masalah baru muncul. Seorang perempuan bernama Nita (Nirina Zubir) bertandang ke resto. Dia mengaku sebagai istri muda Zul. Membawa anak berusia sekitar tujuh tahun. Dia meminta bagian uang warisan. Untuk biaya sekolah si anak.
Mar murka. Si istri kedua ditendang ke jalan. Nita tak terima dengan perlakuan itu. Kebetulan, ada bangunan kosong di seberang resto Mar. Nita menyewa bangunan tersebut. Lalu mendirikan resto padang dengan nama sama: Saiyo Sakato.
Maka, sepanjang 10 episode, kita disuguhi persaingan kedua janda Zul untuk membuktikan mana Saiyo Sakato yang asli. Yang lebih enak. Yang paling mirip dengan cita rasa masakan buatan Zul. Pemenangnya berhak atas nama Saiyo Sakato. Dan itu sulit. Karena Zul memang mewariskan buku resepnya kepada mereka berdua. Jadi, rasa masakannya ya mirip-mirip.
Poligami Tak Pernah Baik
Entah kenapa, cerita-cerita yang melibatkan persaingan istri-istri ini begitu lekat di masyarakat. Itu berarti, praktik beristri lebih dari satu sudah lama diterima dan dimaklumi. Poligami bahkan dianggap lebih mulia daripada selingkuh. Padahal, sakitnya dimadu sama saja dengan diselingkuhi.
KELUARGA istri pertama, Mar (Cut Mini), mendiskusikan langkah-langkah untuk mematenkan nama restoran bersama adik iparnya, Eri (Chandra Satria), anaknya, Anisa (Fergie Britney), dan Zaenal (Chicco Kurniawan).-Goplay-
Nia Dinata pernah secara brutal menggambarkan kejamnya poligami dalam Berbagi Suami (2006). Dalam film omnibus itu, praktik berbagi cinta sama sekali tidak ada bagus-bagusnya.
Cerita pertama memperlihatkan pernikahan yang dingin karena sang suami ketahuan menikah lagi. Cerita kedua menggambarkan pernikahan yang harmonis dengan tiga istri yang akur. Tapi, lantaran sering threesome, dua dari tiga istri si suami menjadi lesbian. Cerita ketiga mengambil sudut pandang seorang istri kedua. Ketika ketahuan, kariernya dihancurkan oleh si istri pertama.
Penonton yang mengharapkan plot eksplisit seperti itu tidak akan menemukannya dalam Saiyo Sakato. Drama ini ditulis tidak untuk menghujat atau mengadili siapa pun. Mar, istri pertama, berhak marah atas segala tipu muslihat sang suami. Segala perasaan dia dan kedua anaknya valid. Dia juga tak salah kalau menuntut Nita tidak menggunakan brand Saiyo Sakato.
Tapi Nita, si istri kedua, juga tidak bisa serta merta disalahkan. Kenapa kok mau jadi istri simpanan? Kenapa kok jadi pelakor? Tidak bisa begitu juga. Toh, poligami dibolehkan dalam Islam.
Kita tak berhak menyebut Nita pelakor. Zul yang mendekatinya. Zul juga yang menikahi. Nita tak merebut. Karena Zul bukan benda mati yang bisa direbut begitu saja. Kita juga tidak tahu situasi apa yang dihadapi Nita saat itu. Sampai perempuan cantik dan pintar itu menerima pinangan Zul.
Dalam kasus ini, yang salah ya Zul.
TAK HANYA berbagi cinta, Zul (Lukman Sardi) juga berbagi resep andalan. Ia mengajari Nita (Nirina Zubir) memasak masakan padang.-Goplay-
Penonton juga diperlihatkan bagaimana permusuhan kedua istri menimbulkan efek ke anak-anak mereka. Nisa dan Zaenal, yang sudah dewasa, kehilangan trust kepada mendiang sang ayah. Semua kenangan tentang ayah mereka menjadi buruk. Karena diselimuti kebohongan. Sedangkan buah hati Nita, yang masih SD, turut menerima cemooh sebagai anak pelakor.
Poligami benar-benar dipotret dari dua sisi. Tapi, kita jadi bingung. Di mana Gina S. Noer sebagai show runner berpihak dalam isu sensitif ini? Apakah mendukung? Atau menentang keras seperti Nia Dinata? Atau menerimanya sebagai keniscayaan di masyarakat?
Konflik Kacau
Terlepas dari isunya, Saiyo Sakato memiliki banyak kelemahan dari segi skenario. Plot utamanya memang asyik. Diseksekusi dengan seru dan lucu, dengan bumbu komedi yang pas. Akting Cut Mini agak sedikit komikal. Tapi tidak apa-apa. Tetap menghibur. Namun, beberapa sub-plot justru ditebar begitu sembarangan. Sampai tidak konsisten.
Ada babak ketika Nisa marah lantaran tidak ditunjuk sebagai penerus Saiyo Sakato. Mar memilih Zaenal yang memegang resto. Namun, di lain waktu, kakak beradik itu rukun memasak bersama. Protes Nisa tidak berlangsung lama. Menguap begitu saja.
Cinta rahasia antara Nisa dan Emir (Jourdi Pranata), adik Nita, juga berpotensi menarik. Namun, penulisannya lemah.
Yang paling juara tidak konsisten adalah plot tentang ibu Zul. Dalam adegan flashback, jelas-jelas dia menentang aksi poligami Zul. Dia juga mendukung Mar mempertahankan brand Saiyo Sakato. Namun, pada akhirnya, justru dia yang meminta keduanya bersaing secara sehat. Lho? Ibu ini habis dihipnotis?
Mungkin, plot yang berlompatan itu adalah akibat dari pergantian penulis dan sutradara di tiap episode. Namun, seharusnya itu tidak jadi alasan. Karena naskah dikerjakan oleh tim yang dipimpin oleh Gina S Noer dan Salman Aristo sendiri.
Oh ya, kalau ada satu hal yang mengganggu dari drama ini adalah outfit Mar. Ngapain sih pakai kerudung saat berada di dalam rumah dan hanya bersama anak-anaknya? Enggak realistis! Hehe... (*)