Pemkot Malang Naikkan NJOP Hingga 10 Kali Lipat, Laba Pengembang Makin Tipis

Rabu 29-03-2023,04:56 WIB
Reporter : Michael Fredy Yacob
Editor : Tomy C. Gutomo

Ini penting bagi mereka yang akan membeli properti di Kota Malang. Kenaikan Nilai jual objek pajak (NJOP) berlaku Maret ini. Angkanya bikin geleng-geleng kepala. Rata-rata naik 500 persen. Ada juga yang naik 10 kali lipat. Tentu saja berpengaruh besar pada harga properti di kota bunga itu.

---

ANDRE–bukan nama sebenarnya– terkejut melihat SPPT PBB yang ia terima beberapa hari lalu. Di SPPT lama, harga tanah di rumahnya tertera Rp 800 ribu per meter persegi. Tapi di SPPT baru, tertulis Rp 3,7 juta per meter persegi. Total NJOP rumah dan tanah di SPPT lama tertera Rp 142,5 juta. Dan di SPPT baru menjadi Rp 566 juta. Naik sekitar 4,5 kali lipat.

"Tapi PBB saya malah turun. Kalau dulu Rp 73 ribu sekarang malah Rp 65 ribu," kata warga Arjosari itu. 

Angka pengurangan (stimulus) yang diberikan cukup besar. Mungkin ini cara Pemkot Malang untuk mengurangi gejolak masyarakat. Meskipun NJOP naik drastis, tapi PBB tidak naik. Justru ada yang turun. 

Bahkan ada daerah yang NJOP-nya naik hampir 10 kali lipat. Yang awalnya Rp 1,3 juta per meter persegi menjadi Rp 12 juta per meter persegi. Kenaikan drastis itu terjadi di kawasan strategis. Misalnya dekat dengan akses tol.

Imbas dari kenaikan NJOP yang dahsyat itu adalah meroketnya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Pajak yang masuk kas daerah itu ditanggung oleh pembeli tanah atau bangunan. Nilainya 5 persen dari nilai transaksi. Ini yang bikin pengembang waswas. Kenaikan harga yang drastis itu tentu bisa berdampak pada turunnya penjualan. Mereka yang berencana berinvestasi banyak yang mundur teratur.

 "Ya, otomatis akan naik harga rumahnya. Dengan harga bahan baku yang tinggi saja, keuntungan kami sebenarnya sangat tipis,” kata Ketua REI Kota Malang Suwoko, kepada Harian Disway, Selasa, 28 Maret 2023.


Perbandingan SPPT PBB tahun 2023 dan 2019 milik warga Kota Malang. -DOK Harian Disway-

Harga rumah yang terpaksa dinaikkan itu tidak sesuai dengan ekspektasi keuntungan yang ditargetkan oleh pengembang. “Penjualan kami dulunya ditekan karena adanya pandemi Covid-19. Perekonomian masyarakat masih proses pemulihan dari pandemi. Sekarang, badai baru yang datang yakni kenaikan NJOP,” keluhnya.

Berbeda halnya dengan Direktur PT Graha Bukit Utama Eddy Tjawinoto. Walaupun NJOP dan harga bahan baku bangunan naik, perusahaan tersebut memutuskan untuk tidak menaikkan harga properti yang dijual di Kota Malang.

“Harga properti saya nggak naik. Dengan adanya pandemi, harga jual nggak bisa naik. Sehingga kami para pengusaha properti terpaksa menjual dengan margin laba yang lebih tipis sekarang,” ungkap Eddy.

Namun, menurutnya, kenaikan NJOP itu seharusnya melibatkan semua elemen yang terlibat langsung. Seperti pengusaha developer, pedagang properti, juru taksir, lembaga pendidikan, BPN, dan Bapenda. “Kenaikan NJOP itu sebaiknya ditunda dulu,” ucap salah satu pimpinan Podo Joyo Masyhur (PJM) Group itu.

Termasuk pembagian zonasi yang dilakukan Pemkot Malang tidak detail. Terbukti dari banyaknya daerah yang overvalue. Sehingga, menurutnya, penggunaan teknologi untuk pembagiannya harus ditingkatkan.

Namun, ia sepemikiran dengan pemerintah daerah terkait kenaikan NJOP ini. Yakni untuk menyetarakan NJOP dengan nilai pasar. 

Kategori :