JAKARTA, HARIAN DISWAY- Indonesia berambisi menciptakan ekosistem industri kendaraan listrik. Disiapkan dengan membangun pabrik baterai terlebih dahulu. Sejumlah perusahaan luar negeri pun tertarik untuk menanamkan modal di tanah air.
Salah satunya, perusahaan asal Korea Selatan, LG Energy Solution (LGES). Mereka sudah mengucurkan investasi USD 9,8 miliar. Itu dipakai untuk proyek pembangunan pabrik baterai terbesar se-Asia Tenggara.
Namun, kabar baik tersebut sempat diterpa isu miring. LGES mengundurkan diri. Hal tersebut langsung dibantah manajemen holding badan usaha milik negara (BUMN) pertambangan MIND ID.
”Saat ini masih dilakukan proses diskusi di internal konsorsium LGES terkait keterlibatannya dalam pembangunan industri baterai EV di Indonesia,” ujar Kepala Divisi Institutional Relations MIND ID Niko Chandra. Seperti diketahui, mulanya LGES berencana membentuk perusahaan patungan atau joint venture (JV) dengan PT Aneka Tambang Tbk (Antam), anak usaha MIND ID, dan Indonesia Battery Corporation (IBC).
LGES pun masih menghitung sejumlah hal. Mulai komposisi partisipasi antaranggota konsorsium LGES hingga keterlibatan pada pembangunan setiap lini pada rantai industri baterai kendaraan listrik itu.
”Proses diskusi lanjutan akan dilaksanakan setelah ada finalisasi komposisi dan bentuk kerja sama dari sisi konsorsium LG,” jelas Niko. Mengingat, PT Antam sudah menyelesaikan proses pemisahan anak perusahaan dari induk perusahaan. Terutama yang melahirkan perusahaan baru dari konsesi tambang nikel.
Direktur Utama MIND ID Hendi Prio Santoso mengatakan, berdasar informasi yang didapatnya, sampai saat ini status LG untuk membentuk perusahaan patungan itu belum jelas. Saat ini, kata Hendi, LG tengah mendorong anggota konsorsiumnya, Huayou, untuk melanjutkan diskusi dan negosiasi.
”Huayou bukan mitra yang seimbang bagi PT Antam, khususnya untuk melanjutkan proses kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian usaha patungan awal,” ujarnya dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR Rabu, 12 April 2023. Sebab, rekanan konsorsium LG tersebut tidak memiliki keahlian dan pengalaman dalam pengembangan pabrikan baterai. Apalagi, untuk kendaraan listrik. Huayou lebih banyak fokus pada pengembangan smelter.
Sementara itu, Direktur Indonesia Battery Corporation (IBC) Toto Nugroho mengatakan, pabrik itu akan menjadi yang terbesar di Asia Tenggara. Bahkan, optimistis ditargetkan beroperasi pada 2024. Konstruksi sudah 70–80 persen dengan nilai investasi mencapai USD 1,1 miliar.
”Ini awal dari Indonesia menjadi EV Production Hub,” tambahnya. Terintegrasi dengan pabrik mobil Hyundai. Produksinya juga tidak hanya di Indonesia. Tapi, juga diekspor.
Menurutnya, kapasitas produksi baterai pada pabrik tersebut ditargetkan dapat mencapai 10 giga watt hour (GWh). Adapun IBC diberi kesempatan untuk dapat masuk pengelolaan pabrik tersebut. Meski hanya beberapa persen.
Di sisi lain, di luar proyek tersebut, IBC juga telah menggandeng dua mitra raksasa baterai kendaraan listrik dunia untuk inisiatif proyek baterai kendaraan listrik terintegrasi di tanah air.
Dua mitra tersebut ialah perusahaan asal Tiongkok, yakni Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co Ltd (CBL), cucu usaha CATL, dan perusahaan asal Korea Selatan, yakni LGES. (*)