Oleh:
Nove Hidajati
Ketua Dharmawanita Persatuan Fakultas Vokasi Unair
Peringatan Hari Kartini menjadi agenda tahunan yang selalu menarik perhatian untuk dieksplorasi lebih dalam. Hal tersebut tidak lepas dari saratnya nilai moral dan semangat emansipasi yang dicita-citakan Kartini dalam memperjuangkan kaum perempuan.
KARTINI berharap kaum perempuan dapat berdaya dan memiliki kontribusi bagi kehidupan sendiri maupun masyarakat. Perempuan dituntut untuk tangkas melihat berbagai persoalan dan kebutuhan, serta mencari solusi untuk mengatasinya.
Upaya ini dilakukan Kartini yang menganggap bahwa konstruksi sosial cenderung bias gender. Karena mengesampingkan perempuan dalam berbagai sektor kehidupan, utamanya sektor publik. Meskipun untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan perjuangan panjang, namun Kartini telah berupaya membuka harapan untuk menciptakan keadilan bagi kaum perempuan.
Cita-cita luhur Kartini tentunya wajib direfleksikan dengan konteks kehidupan sekarang. Agar momentum peringatan ini tidak hanya dimaknai sebagai agenda seremonial belaka tanpa pelajaran berarti. Upaya mewujudkan cita-cita yang diperjuangkan Kartini membutuhkan kemauan dan peran aktif kaum perempuan untuk menjadikannya tetap relevan dengan tuntutan zaman.
Era digital seperti saat ini menyebabkan terjadinya disrupsi dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan bergerak begitu cepat menjadi tantangan sendiri yang tidak dapat dihidari oleh siapapun. Karena itu, kaum perempuan harus mampu beradaptasi sebaik-baiknya dengan perkembangan teknologi informasi dalam berbagai bidang kehidupan. Agar tidak menjadi kelompok submisif yang tunduk terhadap perkembangan zaman.
Dewasa ini, dominasi bukan hanya berbicara tentang gender saja namun juga erat kaitannya dengan pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan tekologi informasi (iptek) terhadap sendi-sendi kehidupan manusia. Perkembangan iptek yang begitu pesat dapat mendominasi diri manusia tanpa mereka sadari.
Alih-alih memudahkan kegiatan sehari-hari, kemajuan iptek secara tidak terlihat juga dapat menjadikan manusia terlena. Secara tidak sadar mereka dikendalikan oleh objek di luar dirinya. Padahal, manusialah yang seharusnya mengendalikan objek tersebut. Akibatnya manusia kehilangan jati diri, tingkat kepedulian, serta kesadaran kritis dalam menjawab berbagai macam persoalan di era seperti saat ini.
Untuk itu, perempuan saat ini seyogianya menaruh perhatian pada realitas yang sedang terjadi dengan aktif dan dinamis sehingga diharapkan dapat menjadi agen perubahan dalam kehidupan demi terwujudnya citra diri perempuan yang lebih bernilai.
Berimprovisasi di Era Digital
Era digital membuka akses bagi siapapun untuk mengikuti perkembangan yang sedang terjadi. Tidak terkecuali bagi kaum perempuan. Kesempatan ini dapat dimanfaatkan untuk memperoleh informasi sebanyak mungkin yang dapat diimplementasikan guna meningkatkan kualitas diri maupun membantu masyarakat.
KEMAJUAN TEKNOLOGI tak boleh membuat perempuan malah terlena.-Coxblue-
Kemudahan akses informasi harus dimaksimalkan oleh kaum perempuan sebagai sarana pembelajaran dalam berbagai bidang. Mulai dari kesehatan, pendidikan, lingkungan, bisnis, maupun kegiatan-kegiatan yang berdampak positif bagi masyarakat.
Era keterbukaan juga memungkinkan perempuan berperan dalam sektor publik. Sehingga dapat berkarya menjadi seorang ilmuwan, politikus, aktivis, ataupun penggerak berbagai industri kreatif. Keterlibatan perempuan di sektor publik semacam ini harus selalu diviralkan. Agar bisa mendorong perempuan lain untuk turut berpartisipasi sesuai kapabilitasnya.
Upaya untuk terus meningkatkan kualitas diri perempuan di era digital sangat dibutuhkan. Jangan sampai mereka terlena dalam menggunakan media sosial dan internet tanpa karya atau peran apapun.
Menurut data We Are Social pada Januari 2023, rata-rata orang Indonesia menggunakan media sosial selama 3 jam 18 menit dalam sehari. Menempati posisi kesepuluh di dunia. Selain itu, rata-rata orang Indonesia menggunakan internet selama 7 jam 42 menit per hari.
Menanggapi fakta tersebut, perempuan harus mampu mengontrol diri sebaik mungkin agar tidak kecanduan media sosial dan internet yang berpotensi menyita sebagian besar waktu mereka. Kaum perempuan harus dapat memilah hal-hal mana saja yang memang dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan mereka agar dapat berkarya bagi kehidupan.
Media sosial memang dirancang untuk memanjakan setiap penggunanya. Melalui algoritmanya, media sosial menyuguhkan bermacam fitur hiburan maupun highlight gaya hidup orang lain. Sehingga membuat user betah berlama-lama menikmati. Untuk itu, media sosial harus disikapi dengan bijak agar tidak terperdaya olehnya. Pada dasarnya baik atau buruknya media sosial sangat tergantung dengan penggunanya.
Perempuan masa kini yang mewarisi semangat dan cita-cita Kartini harus memanfaatkan media sosial dengan positif untuk menebar berbagai manfaat bagi kehidupan. Media sosial dinilai efektif untuk menampilkan karya dan peran aktif kaum perempuan, karena dapat diakses oleh banyak orang. Dengan begitu image diri kaum perempuan tentu tidak akan dipandang sebelah mata lagi.
Perempuan Berkemauan, Hidup Berkemajuan
Dahulu, konstruksi sosial memandang kaum perempuan sebagai kelompok yang lemah dan hanya
dapat bertugas di ranah domestik. Namun, seiring perkembangan zaman stigma terhadap kaum perempuan seakan memudar. Kapabilitas perempuan mulai diakui dan mendapat tempat yang lebih terhormat dalam strukstur sosial masyarakat.
PEREMPUAN harus memanfaatkan media sosial sebagai sarana untuk berkarya.-Getty Images via AFP-
Hal itu ditunjukkan dengan mulai banyaknya kaum perempuan yang mampu menyumbang kontribusi penting bagi kehidupan. Sebagai contoh, di bidang sains, ada sosok Marie Curie sebagai ilmuwan fisika dan ilmu kimia. Selanjutnya Hellen Keller, seorang yang tuli dan bisu namun mampu menjadi aktivis bagi kaum difabel.
Juga ada Bunda Teresa, biarawati yang mengabdikan hidupnya untuk membantu orang miskin. Ketiga tokoh tersebut hanya sedikit contoh yang menunjukkan bahwa kaum perempuan mampu memberikan peran sekaligus dampak yang besar bagi kehidupan.
Selain melihat peran ketiga tokoh di atas, perempuan Indonesia mesti bercermin kepada Kartini yang telah menjadi figur emansipatoris demi meningkatkan harkat martabat kaum perempuan. Kartini memberikan teladan bagi kaum perempuan tanah air untuk berani bercita-cita sekaligus berkemauan untuk mewujudkannya.
Meskipun dengan segala keterbatasannya kala itu, Kartini tidak menyurutkan tekad semangatnya demi memperjuangkan hak-hak perempuan agar dapat berperan dan berkarya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Semangat Kartini memberi pelajaran penting bahwa dalam diri seorang perempuan terdapat kemauan dan kemampuan yang harus diperjuangkan sebaik-baiknya, untuk mengubah kehidupan menjadi lebih baik. (*)