Soe Tjen Marching dan Fakta Gerakan 1 Oktober: Ejekan Suparmo (5)

Senin 01-05-2023,07:09 WIB
Reporter : Guruh Dimas Nugraha
Editor : Heti Palestina Yunani

Soe Tjen goyah. Dia menangis sembari menerima serapah-serapah kotor. Anak komunis, pendosa, dan sejenisnya. Lantas Suparmo menuduhnya sebagai pembuat onar yang sedang berusaha menyontek pekerjaan kawannya di belakang. 

Kekerasan pada anak, akan menciptakan efek jangka panjang. Seperti depresi, trauma, ketidakstabilan emosi dan semacamnya. Namun, bagi Soe Tjen, meski kekerasan dan diskriminasi itu membekas dalam dirinya hingga kini, itu membuatnya menjadi tangguh. 

Rasa ingin tahu Soe Tjen semakin tinggi. Semakin bertanya dan mencari. Apa sebab dia terus-terusan menerima perlakuan yang demikian itu? Bahkan ketika mencoba mencari jawaban pada mama atau kakak-kakaknya yang lain, Soe Tjen tak pernah menerima jawaban yang memuaskan batinnya.
Soe Tjen Marching di ruang kerjanya, di London, Inggris. Sehari-hari selalu ada waktu menulis. -Soe Tjen Marching-

Keluarganya cenderung menyembunyikan semua masalah masa lalu. Mereka khawatir apabila terjadi sesuatu yang buruk. "Saya tak pernah lelah bertanya. Bahkan beberapa fakta tentang kisah papa dan masa lalu keluarga, baru saya terima belakangan ini. Mama saya pelan-pelan mengungkapkan semuanya. Meski sulit dan pedih," ujarnya. 

Pengalaman sejak kecil hingga remaja itu dilalui Soe Tjen dengan terus-terusan menyaksikan dua hal yang bertolak belakang. Antara pelajaran di sekolah dan fakta yang didapatnya dari keluarga, utamanya perilaku papanya. Dualisme yang coba dirangkainya kelak, hingga menemukan kesimpulan. (Heti Palestina Y-Guruh Dimas Nugraha)

BACA SELANJUTNYA: Soe Tjen Marching dan Fakta Gerakan 1 Oktober 1965: Polemik Dua Sisi (Seri 6)

Kategori :