INDONESIA sebentar lagi akan masuk pada era bonus demografi. Untuk diketahui, bonus demografi merupakan kondisi saat jumlah masyarakat usia produktif lebih banyak jika dibandingkan dengan nonproduktif.
Bonus demografi diprediksi akan terjadi di Indonesia pada 2045. Artinya, masih ada waktu bagi masyarakat untuk menghadapi masa tersebut. Pemerintah selaku pemangku kebijakan juga telah menyiapkan berbagai langkah dalam upaya persiapan menghadapi bonus demografi.
Tujuannya tak lain ialah memanfaatkan momentum ”emas” tersebut dengan memaksimalkan sumber daya dan potensi yang dimiliki. Terlebih, pada era pasar bebas ini, setiap negara harus memiliki nilai jual agar tetap bisa survive dan bersaing dengan kompetisi global.
Sebagaimana diketahui, pasar bebas telah membawa dampak yang signifikan terhadap masyarakat Indonesia, termasuk dalam hal ketersediaan lapangan kerja. Kini kompetisi dalam memasuki dunia kerja tidak hanya terjadi antar masyarakat Indonesia, tetapi ada juga yang datang dari warga negara asing.
Artinya, bonus demografi akan menghasilkan ”panen” yang memuaskan jika SDM dalam negeri memiliki kompetensi yang selaras dengan dunia kerja dan dunia industri (DUDI). Sebaliknya, bonus demografi justru akan menjadi ”hama” bagi Indonesia jika SDM usia produktif tidak mampu ”adu kuat” dalam persaingan dunia kerja.
Salah satu upaya yang perlu dipersiapkan untuk menghadapi bonus demografi ialah pendidikan, khususnya pada tingkat tinggi. Pendidikan tinggi diharapkan dapat mencetak SDM yang berkualitas dan berintegritas sehingga mampu bersaing dengan sumber daya manusia dari negara lain.
Sayangnya, berdasar data yang dihimpun Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, angka partisipasi kasar (APK) secara nasional masih jauh dari target. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menargetkan APK nasional pada 2024 sudah berada pada level 37 persen.
Akan tetapi, saat ini capaian APK perguruan tinggi masih 31 persen. Masih perlu upaya ekstra agar angka partisipasi kasar perguruan tinggi bisa melampaui atau minimal mencapai target yang telah ditentukan.
BACA JUGA:Perubahan Jadi Tantangan Pendidikan Vokasi
Angka Partisipasi Kasar (APK) Perlu Ditingkatkan
Sebagai informasi, yang dimaksud dengan angka partisipasi kasar (APK) ialah proporsi penduduk yang masih mengenyam pendidikan pada suatu jenjang terhadap jumlah penduduk kelompok umur yang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut.
Dalam konteks ini, APK dihitung berdasar jumlah penduduk yang sedang menempuh pendidikan tinggi dibandingkan dengan jumlah penduduk pada usia tersebut. Artinya, makin tinggi APK berbanding lurus dengan jumlah penduduk yang sedang menempuh pendidikan tinggi.
Secara umum, berdasar data yang dirilis BPS tahun 2023, APK perguruan tinggi di Indonesia telah mengalami peningkatan meski jumlahnya tidak terlalu signifikan. Pada 2020 APK perguruan tinggi dalam skala nasional mencapai angka 30,85 persen.
Provinsi yang memiliki persentase APK paling tinggi ialah Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebaliknya, Bangka Belitung menjadi daerah yang memiliki angka partisipasi kasar paling rendah.