Martin Lindstrom dalam bukunya yang bertajuk The Larger the Logo on the Clothing, the Lower the Self Esteem menyatakan, orang yang suka flexing menandakan rasa percaya diri rendah. Takut tidak diakui kaya sehingga pamer.
Ditulisnya: ”Anak-anak dengan harga diri rendah akan lebih bergantung pada nama merek (branded) daripada anak-anak dengan harga diri lebih tinggi.”
Dipaparkan, perilaku flexing umumnya terkait cara manusia atau hewan menarik lawan jenis kelamin untuk mencari pasangan. Contohnya, ekor burung merak tak terlalu besar. Tapi, ketika berada di dekat lawan jenis kelamin, dipamerkan ekor yang indah melebar itu.
”Manusia sama,” tulis Lindstrom. Flexing umumnya dilakukan wanita untuk menarik pria. Tapi, banyak juga sebaliknya. Namun, motifnya menarik jodoh.
Dalam bahasa Lindstrom, perilaku yang disebut signaling (diucapkan flexing) itu adalah melakukan sesuatu di depan umum yang membuat orang berpikir tentang Anda dengan imajinasi tertentu.
Umumnya menyampaikan status, orang memberikan isyarat kepada orang lain dengan harapan meyakinkan mereka tentang sesuatu.
Bentuknya, pelaku flexing mengenakan pakaian bermerek terkenal dan berharga mahal. Itu adalah cara untuk memberikan isyarat bahwa ”saya punya uang, loh”.
Bahkan, itu dilakukan oleh orang yang sesungguhnya tidak mampu membeli barang yang dikenakan, dan itu dilakukan dengan cara meminjam milik orang lain. Atau sewa. Atau barang branded itu tiruan alias KW (kependekan kualitas, berkelas-kelas mulai KW 1, hingga seterusnya).
Lindstrom adalah kolumnis asal Denmark, penulis di majalah Fast Company, TIME Magazine, dan Harvard Business Review. Ia juga rajin berkontribusi untuk program Today di NBC (National Broadcasting Company) jaringan televisi Amerika Serikat. Berpusat di New York City.
Ditulisnya, makin besar minat flexing seseorang, berarti makin rendah rasa percaya diri. Menyedihkan, tapi itu selalu benar.
Ia menggambarkan, seorang ahli bela diri umumnya tidak berlagak sok jagoan. Sebab, ia tahu, pukulannya bisa mematikan musuh. Karena itu, ia tampil biasa-biasa saja. Begitu juga sebaliknya, orang tanpa keahlian bela diri merasa harus menunjukkan bahwa dirinya ganas agar orang tidak mengganggunya.
Begitu juga dalam pamer barang berharga.
Lindstrom: ”Apa yang Anda kenakan, kendarai, tinggali, atau tinggalkan hanyalah benda. Itu bukan diri Anda. Hal-hal mahal tampak luar biasa pada awalnya saja, tetapi barang itu kehilangan kilau setelah beberapa saat dilihat orang. Sehingga itu memaksa Anda untuk memamerkan sesuatu yang harganya lebih mahal lagi. Supaya Anda tidak kehilangan daya tarik dari orang lain.”
Ia memberikan ilustrasi: Ini hal yang lucu di dunia kita. Kita menghabiskan sebagian besar masa muda kita, ingin menunjukkan kepada dunia bahwa kita punya uang. Maka flexing. Tetapi, begitu kita menghasilkan banyak uang, kita cenderung tidak peduli dengan apa yang dunia pikirkan.
Akhirnya: ”Jadi, kita tidak perlu peduli dengan apa yang dunia pikirkan. Mungkin kita perlu bertanya pada diri sendiri, apakah kita membeli sesuatu karena orang lain atau untuk diri kita sendiri?”
Kejadian pada Mario dan Andhi Pramono terbukti malah membuat kejeblos pada olok-olok warganet, atau warga pembayar pajak dan bea cukai yang sakit hati ketika pejabatnya malah pamer barang mewah. Sehingga timbul kecurigaan korupsi. Bisa terbukti benar atau mungkin saja kecurigaan itu terbukti salah.