BALI, HARIAN DISWAY - Leluhur Nusantara lampau, mencatat segala peristiwa yang terjadi lewat daun lontar. Pun dengan karya sastra era Hindu-Buddha. Seperti Arjunawiwaha, Sutasoma dan sebagainya.
Di Bali, tradisi menulis di atas daun lontar kembali dihidupkan oleh Alit Indonesia. Yakni lembaga yang bergerak di bidang pendidikan anak, sosial-masyarakat serta pelestarian seni-budaya. Seperti tampak pada 29 Mei 2023, di Jabe Pura Dalem Agung Tampak Siring.
Balai yang cukup luas tersebut menjadi sarana belajar-mengajar untuk anak-anak. Dua pengajar sekaligus koordinator Alit Indonesia Bali, Putu Marsellia Putri dan Dewa Ayu Dyah Laksmi, membimbing 15 anak menuliskan aksara Bali di atas lontar.
"Ini salah satu bentuk upaya pelestarian dan kepedulian kami terhadap seni menulis di atas daun lontar. Terutama bagi anak-anak," ujar Laksmi. Cara menulis di atas daun lontar pun cukup mudah. Apalagi anak-anak di Bali sudah bisa baca-tulis aksara Bali.
"Tapi, kalau menulis aksara Bali di atas daun lontar, itu ada tekniknya," ujar Putu. Yang harus disiapkan tentu adalah lembaran daun lontar. Kemudian pangrupak atau pisau pahat berukuran kecil, serbuk biji kemiri bakar, serta tisu atau lap.
Langkah awal, anak-anak diajak menentukan kata atau kalimat yang hendak dituliskan di atas lontar. Ni Komang Ayu Anggi Sevianty, telah menemukan ide. "Saya mau menulis: meme luas ke Badung," katanya polos. Artinya, "mama pergi ke Badung".
Sedangkan I Wayan Eka Fadlan Mahadika, diminta menuliskan nama "Puan Kinasih", puteri Julian Romadhon, fotografer Harian Disway.
"Oh, mudah. Puan Kinasih, ya," kata anak 13 tahun itu. Lalu menulis dua kata itu dalam aksara Bali di atas kertas. Ia mengamati sejenak, memperhatikan lengkungan dan detail bentuk hurufnya.
Lalu, setelah memastikan penulisan aksaranya tepat, ia mengambil pangrupak. Kemudian mulai menggurat huruf demi huruf di atas lontar.
"Hati-hati, tenaganya tidak boleh terlalu berlebihan. Nanti lontarnya robek," ujar Laksmi. Sebanyak 15 anak yang mengikuti program Alit Indonesia tersebut, mulai berproses.
Setelah usai menggurat dengan pangrupak, untuk memperjelas hasil guratannya, mereka menaburkan bubuk kemiri bakar. Bubuk tersebut mengisi rongga guratan sehingga hasilnya tampak menebal.
Sisa bubuk kemiri di sekitar huruf, dibersihkan menggunakan tissu. Itulah tahap terakhir cara menulis di atas daun lontar. "Daya tahan daun lontar ini bisa mencapai ratusan tahun. Asal, disimpan di tempat yang aman dan jangan sampai kena air," ungkap Putu.
Meski sederhana, kegiatan itu secara tidak langsung membangkitkan kecintaan anak-anak terhadap seni tradisi mereka. Yakni seni menulis di atas lontar yang diwariskan oleh nenek moyang masyarakat Bali. (Guruh Dimas Nugraha)