Utang Lama Ditagih CMNP Lagi

Jumat 09-06-2023,04:00 WIB
Reporter : Djono W. Oesman

Pada 1 November 1997 enam belas bank dilikuidasi pemerintah. Termasuk Bank Yama. Agar bank-bank yang ditutup memenuhi kewajiban dana pihak ketiga (tabungan, deposito, dan giro), pemerintah membentuk BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia), menalangi 16 bank itu untuk memenuhi kewajiban pengembalian dana pihak ketiga.

Padahal, deposito CMNP di situ Rp 78 miliar. Belum terbayarkan. Ketika CMNP dibeli Jusuf, otomatis mengambil alih asset and liability. Termasuk deposito tersebut. Mulailah, Jusuf menagih.

Di awal penagihan, 2011, pemerintah ogah bayar. Dalihnya, itu deposito terafiliasi. Artinya, CMNP milik Tutut menabung di Bank Yama milik Tutut. Terafiliasi. 

Jusuf menggugat pemerintah melalui pengadilan negeri. Pada 2012 ia memenangkan gugatan. Putusan pengadilan menyatakan, pemerintah harus membayar ke CMNP. 

Pemerintah naik banding, lalu kasasi. Hasil putusan tingkat kasasi Mahkamah Agung menguatkan putusan pengadilan negeri. Perkara inkrah (berkekuatan hukum tetap). Pemerintah harus bayar deposito itu.

Utang itu belum dibayar sejak krisis moneter 1998, kala Bank Yama dilikuidasi pemerintah. Sejak saat itu, Jusuf mengaku tidak mendapatkan kembali uang depositonya. Maka, ia menagih.

Jusuf keliling ke beberapa kementerian dalam upaya menagih. Selain ke menteri keuangan saat itu, Bambang Brodjonegoro, juga ke menko perekonomian. Pun, ke Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN).

Sampai juga ke Menko Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan. Luhut menjembatani Jusuf ketemu dengan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara agar utangnya dibayar.

Pada 2015 Jusuf dipanggil Kepala Biro Hukum, Kementerian Keuangan, Indra Surya. Waktu itu Indra Surya mengatakan, pemerintah mengakui utang tersebut dan berjanji membayar. Namun, Kemenkeu meminta diskon. Dari nilai yang diajukan Jusuf saat itu Rp 400 miliar akibat kalkulasi akumulasi bunga sejak Bank Yama ditutup pada 1 November 1997.

Jusuf: ”Waktu itu Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. Saya disuruh buat kesepakatan. Pemerintah minta diskon. Kemudian, tercapailah angka Rp 170 miliar. Ya sudahlah, saya pikir. Asal duitnya balik saja. Lalu, kami tanda tangan perjanjian. Pembayaran akan dilaksanakan dua pekan sejak perjanjian diteken.”

Jusuf kepada wartawan menunjukkan bukti surat perjanjian tersebut. Berikut ini isinya. 

Surat itu berjudul: Amandemen Berita Acara Kesepakatan Jumlah Pembayaran Pelaksanaan Putusan Hukum, Perkara No. 137/Pdt.G/2004/PN.Jkt.Sel. jo. No. 128/Pdt/2005/PT.DKI. jo. No. 1616 K/Pdt/2006 jo. No. 564 PK/Pdt/2007 a.n. PT. Citra Marga Nusaphala Persada Tbk.

Diputuskan bahwa pemerintah akan membayar utang kepada PT CMNP. Besaran pembayaran yang diajukan CMNP Rp 389.863.153.898,14 atau hampir Rp 400 miliar, termasuk bunga. 

Namun, pemerintah sanggup membayar tanpa bunga. Lalu, diadakan negosiasi besaran pembayaran.

Bunyi surat: ”Pihak Pertama (pemerintah) meminta Pihak Kedua (CMNP) untuk memahami kondisi keuangan Negara dan kondisi ekonomi saat ini, sehingga kiranya menerima penawaran bahwa pembayaran dalam rangka pelaksanaan putusan inkracht a.n. PT CMNP akan dibayar atas pokok tanpa bunga dan/atau denda.”

Dilanjut: ”Pihak Kedua menyampaikan sangat keberatan atas penawaran Pihak Pertama bahwa yang akan dibayarkan hanya pokok tanpa bunga, dan Pihak Kedua tetap berpedoman pada hasil kesepakatan pertama, sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Kesepakatan Jumlah Pembayaran Pelaksanaan Putusan Hukum Perkara No. 137/Pdt.G/2004/PN.Jkt.Sel. jo. No. 128/Pdt/2005/PT.DKI. jo. No. 1616 K/Pdt/2006 jo. No. 564 PK/Pdt/2007 a.n. PT Citra Marga Nusaphala Persada No. BA-004/BA/INKRACHT/2015 tertanggal 12 Agustus 2015.”

Kategori :