Rasa cinta masyarakat Jepang terhadap boneka telah lestari berabad-abad lamanya. Menjadi tradisi khas yang hidup di hati mereka. Japan Foundation bekerja sama dengan Desain Produk ITS, menggelar pameran Ningyu pada 23 Agustus 2023. Pameran tradisi boneka Jepang dari berbagai daerah.
SIMPEL. Sederhana. Tak menggunakan bentuk ukiran ornamentik yang rumit atau deformasi anatomi yang berlebihan. Begitulah ningyu atau boneka khas Jepang. Ningyu menjadi bagian kebudayaan masyarakat di sana. Mulai kalangan biasa hingga bangsawan kekaisaran. Tak hanya menjadi bagian dari tradisi. Melalui boneka Jepang, seseorang bisa melihat tradisi di negeri itu sendiri. Seperti boneka Takasaki Daruma. Itu adalah satu dari ratusan boneka yang dipajang di ruang 109 Desain Produk ITS. Takasaki Daruma adalah boneka yang berbentuk bulat. Tapi bagian bawahnya cekung kemudian datar. Sehingga boneka itu bisa berdiri di atas meja. Warnanya merah dengan tinta emas aksara kanji. Digambarkan memiliki alis dan kumis tebal. Tapi bola matanya hanya putih. Tak ada pupil hitamnya. "Takasaki Daruma adalah boneka tradisional Jepang yang dibuat sejak kurang lebih 200 tahun silam. Penggambaran sosok Daruma Daishi, pendiri Zen Buddhism," ujar Awwaludin Ikhsan Nurdiansyah (Alung), mahasiswa Jurusan Desain Produk sekaligus guide pameran tersebut.Boneka Momotaro, yang dipajang dalam pameran -Majalyn Nadiranisa Rakaputri- Dalam tradisi Jepang, jika seseorang ingin memiliki keinginan, maka orang itu melukis pupil dalam satu sisi mata boneka Takasaki Daruma itu. "Dilukis dengan tinta hitam. Saat melukis, harus dibarengi dengan make a wish. Ia menyampaikan keinginannya," ungkapnya. Setelah keinginan itu terkabul, baru orang itu dapat melukis pupil pada satu sisi matanya yang lain. Sebagai ungkapan syukur sekaligus simbol tercapainya keinginan. Selain boneka tersebut, ada berbagai boneka yang digunakan untuk mengupacarai bayi yang baru lahir atau yang telah genap berusia satu tahun. BACA JUGA : Make a Wish via Boneka Takasaki Daruma Khas Jepang BACA JUGA : Cantiknya Ningyo, Boneka-Boneka Tradisional Jepang yang Dipamerkan di Despro ITS Tradisi Jawa mengenal tedhak siten. Anak berusia 7-8 bulan akan diarahkan untuk melangkah melewati berbagai jenang dengan warna berbeda. Kemudian diletakkan dalam kurungan berisi barang-barang. Barang yang dipilih akan menjadi simbol seperti apa masa depannya nanti. "Jepang punya hatsutanjou. Mirip tedhak siten," ujarnya. Bedanya, anak akan dituntun orang tuanya melewati anak tangga atau tempat yang datar. Di situ disediakan beberapa item. Sama. Apa yang dipilih si bayi akan menyimbolkan masa depannya. "Barang-barang itu termasuk boneka-boneka Jepang ini," tambahnya. Boneka-boneka yang digunakan sebagai sarana hatsutanjou akan diletakkan di almari atau rak yang berada di tempat tinggi. Ketika anak tersebut telah dewasa dan memasuki usia menikah, maka boneka-boneka itu diturunkan. Maknanya, agar anak itu segera mendapat jodoh yang cocok. Berbeda dengan setiap bayi dari keturunan langsung Kaisar Jepang. Saat lahir, bayi itu akan dihadiahi boneka Emperor Jimmu atau figur Kaisar Jimmu. Kaisar pertama yang memimpin negeri Matahari Terbit. Kaisar Jimmu digambarkan sebagai sosok berbadan tegap dengan busana yang lebar. Di dadanya terdapat aksesoris kekaisaran. Di bagian belakang, pada punggungnya, tersemat wadah berisi anak panah. Tangan kanan boneka Kaisar Jimmu itu memegang anak panah pula. Sedangkan tangan kirinya memegang tongkat yang di bagian atasnya terdapat burung emas. Burung emas itu melambangkan elang penolong yang bersinar saat Kaisar Jimmu bertempur melawan musuh.
Boneka Emperor Jimmu (paling kiri) serta dua boneka bangsawan Jepang lainnya dalam pameran -Majalyn Nadiranisa Rakaputri- Berkat pancaran sinar elang emas yang hinggap di tombaknya itu, musuh-musuhnya menjadi buta. Kaisar Jimmu pun mendapat kemenangan gemilang. “Boneka itu mewakili sejarah Jepang, dan khusus untuk boneka kaum bangsawan, di bawahnya pasti ada meja kecil,” ujarnya, Lantas menunjuk meja kecil yang menjadi tatakan kaki boneka. Boneka yang dibuat oleh masyarakat umum yang tidak memiliki tatakan. Tapi, kaum bangsawan Jepang memiliki kekhususan itu pada ningyu-ningyu mereka. Atau, boneka yang dianggap merepresentasikan sosok istimewa. Seperti dewa, tokoh mitologi atau kaum suci. Contohnya adalah boneka Shoki yang digambarkan berjambang lebat, wajah merah dengan pedang di tangan. Boneka itu pun biasa dibuat oleh bangsawan Jepang. Ada tatakan pula di bawah kakinya. Sosok Shoki merupakan bukti pengaruh Tiongkok di Jepang. Yakni dewa pelindung yang mampu menangkal roh jahat. Pada masa Dinasti Tang, Kaisar Xuanzong jatuh sakit. Saat tidur, dalam mimpi ia didatangi oleh sosok bernama Shoki yang hendak mengalahkan roh jahat dalam diri kaisar tersebut. Ajaibnya, saat bangun, Kaisar Xuanzong sembuh total. Para bangsawan Jepang pun membuat boneka itu dan dipajang di sekitar kompleks istana, termasuk ruang pribadi kaisar, untuk menangkal roh jahat. Berbagai ningyu yang dipamerkan di ruang 109 Desain Produk ITS merupakan replika yang dibuat oleh para seniman Jepang. Sebagai gambaran dari tradisi turun-temurun yang masih lestari sampai saat ini. (Guruh Dimas Nugraha)