Sebab itu, polisi bingung. Terbukti minta pendapat saksi ahli. Para ahli ITE (informasi dan transaksi elektronik). Ahli hukum pidana dan ahli pornografi.
Atas nama hukum, semua perkara hukum harus merujuk pada undang-undang atau peraturan. Jika di suatu perkara tidak ada aturannya, ahli hukum pidana akan mengarahkan penyidik agar calon tersangka disangkakan pada peraturan yang mana.
Misalnya, aktor-aktris ikut menyebarkan film porno itu. Maka, mereka masuk ke pasal penyebaran film atau video porno. Atau ikut membantu pembuatan. Masuk ke pasal pembuatan film porno.
Pastinya, saksi ahli tidak mungkin membuat aturan sendiri. Mereka cuma mengarahkan penyidik untuk menjerat calon tersangka menjadi tersangka.
Umpama aktris-aktor dimasukkan ikut menyebarkan, tidak logis. Mereka orang bayaran. Setelah main di film porno, selesai. Kecuali, ada perjanjian bahwa mereka main di film porno sekaligus membantu menyebarkan film itu.
Seandainya aktris-aktor itu dimasukkan ikut membantu pembuatan film porno, bisa ya, tapi bisa juga tidak. Mereka yang jelas membantu, yakni empat orang kru, sudah tersangka dan ditahan di Polda Metro Jaya.
Tanpa ada aktris-aktor, tidak mungkin ada film porno. Apakah itu bisa ditafsirkan ikut membantu terciptanya film porno? Bisa ya, bisa tidak. Ya, karena secara logika bisa dianggap begitu. Tidak, sebab, hal itu tidak tertera tegas di peraturan hukum. Padahal, hukum adalah peraturan.
Di sinilah mode tafsir hukum. Karena bentuknya tafsir, jadi tidak jelas.
Contoh: Di kasus video porno yang dibintangi Ariel Peterpan tahun 2007 dan menghebohkan pada Juli 2010. Arel tersangka, ditahan, dihukum penjara. Namun, pasangan wanitanya (dua wanita) tidak pernah tersangka, tidak ditahan, tidak dihukum penjara.
Kasus Ariel, asli porno. Sedangkan film Keramat Tunggak rada-rada porno. Sebab, dibumbui kisah pelacur yang berniat tobat. Atau, ada nasihat penjaga warung kopi di dekat lokasi pelacuran (diperankan Ujang Ronda) yang menasihati pelacur agar bertobat: ”Emang nggak capek, Neng… Mau sampai kapan kerja begitu?”
Film itu porno yang (supaya tidak terang-terangan porno) dibumbui kisah pelacur niat tobat. Atau setengah porno. Pastinya, sudah diblokir Kemenkominfo. Berarti dianggap porno.
Seumpama para aktris-aktor itu bebas hukum, juga tidak bagus. Sebab, itu bakal jadi rujukan bagi pemain film porno selanjutnya. Ada contoh kasusnya. Meski, video porno Ariel juga contoh kasus.
Tapi, kasus Ariel dan Keramat Tunggak beda bentuk. Di kasus Ariel, film sebagai hiburan buat para pemain. Di Keramat Tunggak, film jadi hiburan bagi penonton dan komersial.
Betapa pun, kita tunggu saja bagaimana akhir dari kasus Keramat Tunggak. Menunggu kepastian hukum. (*)