Kemandirian jamiyah alias organisasi NU sebetulnya bukan mimpi. Asal, setiap unit usaha yang memberikan manfaat dan maslahat kepada warganya dikelola secara profesional oleh orang-orang yang profesional pula. Apalagi, kini makin banyak santri profesional yang sudah teruji di mana-mana.
Bisa dibayangkan, jika dulu RS dan lembaga pendidikan Islam yang bagus identik dengan Muhammadiyah, ke depan NU makin banyak memiliki lembaga layanan yang sangat dibutuhkan warganya itu. Apalagi, sekarang penyediaan layanan kesehatan menjadi salah satu KPI (key performance indicators) PCNU seluruh Indonesia.
Itu sesuai dengan tekad Ketum PBNU KH Yahya Cholil Staquf yang sedang membenahi disiplin organisasi NU. Yang mendorong kepemimpinan NU bisa memberikan maslahat dan manfaat langsung yang bisa dirasakan warganya. Apalagi, maslahat dalam hal layanan dasar bagi kehidupan warga.
Gus Yahya –demikian ketum PBNU yang jebolan Fisipol UGM itu biasa dipanggil– sejak awal membawa misi The Governing NU alias Kepemerintahan NU. Itu tidak berarti NU menjadi pemerintah, tapi menjadikan tata kelola organisasi secara transparan dan akuntabel seperti umumnya pemerintahan.
Spirit The Governing NU itu telah dipraktikkan PCNU Mojokerto. Dengan begitu, mereka mempunyai RSI yang bisa menjawab kebutuhan warga nahdliyin sekaligus bisa menggerakkan roda organisasi NU. Tanpa harus bergantung pada ”jimpitan” beras lagi. Jimpitan hanya menjadi modal di awal, selanjutnya tidak lagi.
Kemampuan pengurus NU menjadikan jimpitan dari warga menjadi sebuah badan usaha hanya bisa terwujud jika nilai-nilai The Governing NU dipenuhi. Mengedepankan prinsip-prinsip profesionalitas dalam mengelola organisasi sekaligus badan usaha yang dimilikinya. Nilai yang kini sedang dikembangkan ketum PBNU.
Saya jadi makin yakin, abad kedua NU betul-betul menciptakan arus peradaban baru di kalangan umat Islam Indonesia. Jika lokomotif perubahan itu bergerak cepat, NU tidak hanya besar dari sisi jamaahnya, tapi juga jamiyah-nya.
Pasti Kiai Hasyim Asy’ari dan para pendiri NU lainnya tersenyum di alam keabadian sana. Menyaksikan buah gagasan dan rintisannya makin bermakna bagi umat manusia. (*)