Iriana dan Wury kesulitan untuk menyentil kelereng dan mengenai target. Tembakan mereka selalu meleset. "Gimana caranya, nak?," tanya Iriana. Neza kemudian menunjukkan posisi jari dan bola di tangan. Sekali menembak, tepat sasaran. "Begitu, bu," ujarnya, lugu. Keduanya mempraktikkan cara itu dan berhasil setelah dua-tiga kali mencoba.
Permainan selanjutnya adalah bakiak. Para ibu-ibu pejabat itu melihat anak-anak yang berkompetisi. Kemudian mereka mencobanya langsung. Iriana dengan Wury di belakangnya, melawan Franka Franklin, istri Mendikbudristek Nadiem Makarim.
BACA JUGA: Inferiority Complex di Meme Iriana Jokowi
Saat mencoba, Iriana dan timnya hampir terjatuh. Untung mereka saling memegang pinggang satu sama lain. Sedangkan Franka dan timnya melaju lancar dan berhasil mendahului Iriana. Mereka tertawa lepas.
Asyiknya Iriana Jokowi dan Wury Ma'ruf Amin di SDN Pakis 3 Surabaya dalam permainan neker atau kelereng. -Julian Romadhon/HARIAN DISWAY-
Permainan tradisional sepertinya bisa membuat beban pikiran mereka lepas. Sejenak melupakan masalah-masalah negara. Keceriaan itu semakin tampak ketika mereka menjajal balap karung.
Putaran pertama, Iriana melaju paling depan. Tapi saat berbalik, Wury mendahului dan berhasil menang. Rupanya istri wakil presiden lebih lincah daripada istri presiden. Keduanya lantas berangkulan sembari tertawa lepas.
Setelah Iriana Jokowi dan Wury Ma'ruf Amin mencoba permainan tradisional di SDN Pakis 3 Surabaya, giliran mereka berdua menyemangati anak-anak yang mencoba permainan bakiak raksasa. -Julian Romadhon/HARIAN DISWAY-
Iriana dan Wury juga mencoba permainan sepak bola paku. Yakni memainkan kelereng dengan stik es krim di atas bidang datar yang terdiri dari tiang-tiang kecil dan gawang di kedua sisinya. Dengan stik tersebut, pemain memukul bola hingga terjadi gol.
Berbagai permainan tradisional itu disiapkan oleh Komunitas Olahraga Tradisional Indonesia (KOTI) yang dikomandoi Mustofa Sam. Ia menyebutkan bahwa permainan tradisional adalah sarana untuk mengembangkan daya motorik anak, kemampuan bersosialisasi serta kerja sama tim.
"Pun sebagai sarana pelestarian. Jika tidak digalakkan lagi, maka permainan tradisional sebagai bentuk kearifan lokal akan hilang ditelan zaman," ungkapnya. (*)