Menyelami Godaan Abadi Manusia: Harta, Tahta, Asmara

Senin 20-11-2023,22:00 WIB
Reporter : Listiyono Santoso
Editor : Heti Palestina Yunani

Tidak heran jika dalam banyak hal, orang-orang kaya di tengah-tengah masyarakat selalu mendapatkan kedudukan terhormat ketimbang lainnya. 

Tidak hanya ditokohkan tetapi juga sering kali mendapatkan privilege oleh sebagian besar masyarakat. Artinya, kepemilikan harta masih sering digunakan menaikkan posisi ‘tawar’ seseorang di tengah-tengah masyarakat.

Naluri Purba Manusia

Keinginan manusia menguasai harta benda tampaknya memang naluri abadi manusia. Setiap manusia selalu memiliki kecenderungan hidup berorientasi pada kepemilikan harta.

Inilah hasrat paling alamiah manusia di dunia ini. Berbagai upaya melawan keinginan alamiah ini selalu berakhir pada keruntuhan. 

Sebut saja sosialisme. Sebagai paham yang berkeinginan untuk meniadakan kepemilikan harta milik akhirnya berujung pada kematian ideologi ini. Sosialisme mati perlahan karena ia bersifat kontraproduktif dengan hasrat manusiawi. 

Meski sebenarnya keinginan sosialisme hanyalah menghapus kepemilikan, karena menjadi muasal dari munculnya konflik dalam masyarakat.

Keinginan kuat menguasai harta benda sering kali ninabobokan. Antar saudara bisa saling bunuh karena rebutan harta. Antar-bangsa bisa saling berperang karena keinginan menguasai akses sumberdaya. Wajar jika orientasi duniawi ini memberangus nilai-nilai kemanusiaan.

Kata Durkheim, orientasi ini yang membuat seseorang sibuk pada rasionalitas tujuan dan mengabaikan rasionalitas nilai. Yang penting tujuan penguasaan diperoleh, dan abaikan moralitas. Karena kata Nietzsche, berpihak pada moralitas itu cerminan dari orang-orang kalah.

Begitulah realitas duniawiah kehidupan manusia. Kecenderungan alamiah manusia tersebut sebenarnya tergambar secara jelas dalam teks-teks kitab suci.

Dalam Surat Ali Imron (03): 14-15 secara eksplisit disebutkan adanya kenikmatan duniawi yang akan selalu menjerat manusia. Tidak hanya pada harta, tapi juga kecintaan pada kekuasaan (tahta) dan wanita (asmara).

Teks suci ini seolah seperti menggambarkan keterjebakan manusia pada harta, tahta, dan asmara semakin syahwat yang sulit dihindari.

Kalau tidak tergelincir karena kekuasaan, manusia akan tergelincir karena kekayaan, kalau keduanya tidak, makai akan terjebak pada persoalan asmara. Atau bahwa terjebak pada ketiganya.

Inilah godaan abadi manusia yang selalu disebutkan dalam bahasa agama. Orientasi pada kenikmatan duniawi inilah yang menjerumuskan manusia untuk semakin jauh dari keluhuran ajaran agama. 

Bukankah dalam kisah-kisah masyur selalu diberikan contoh seseorang atau suatu kaum yang akhirnya mengalami kehancuran karena hidupnya selalu sibuk berorientasi pada kenikmatan duniawiah tersebut.

Sebut saja kisah Qorun. Seorang yang sangat kaya dan congkak pada zaman Nabi Musa. Kesombongan Qorun yang selalu memamerkan harta kekayaan tanpa punya kemauan berbagi kepada orang lain. 

Kategori :