HARIAN DISWAY – Mahasiswa Departemen Studi Asia Tenggara Universitas Nasional Singapura (NUS) bersama dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura untuk menggelar pertunjukan tari drama tradisional Bali yang berjudul Sutasoma: The Journey, pada Jumat, 17 November 2023 di Lecture Teatre Hall 13 National University Singapore.
Pertunjukan ini diinisiasi oleh Irving Johnson. Dirinya terinspirasi dari puisi Jawa abad ke-15 yang berjudul Sutasoma, yang menjadi asal muasal semboyan Bangsa Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika.
Kisah Sutasoma mengisahkan bagaimana harmoni dapat dicapai secara damai meskipun terdapat perbedaan, sebuah etos regional yang dihargai oleh Indonesia dan Singapura.
Kedua negara ini memiliki populasi yang kompleks secara budaya dan etnis, tetapi komunitas-komunitas yang berbeda di dalamnya hidup berdampingan dengan damai. Baik Indonesia maupun Singapura memiliki kesamaan mendasar bahwa mereka memiliki keberagaman tetapi tetap bersatu sebagai satu bangsa.
BACA JUGA:Student Visit ke Singapura dan Malaysia, SMATAG Surabaya Pamer Budaya Indonesia
Dalam kisah Sutasoma, tema perbedaan dan harmoni disajikan dengan jelas melalui perjalanan tokoh Raja Sutasoma.
Pertunjukan ini dihadiri lebih dari 300 penonton yang memenuhi kapasitas hall. Duta Besar, Suryo Pratomo, yang menghadiri acara tersebut dalam sambutannya menyatakan rasa bangganya karena pertunjukan ini melibatkan generasi muda Bangsa Indonesia dan Singapura.
”Kolaborasi ini merepresentasikan bahwa adanya perbedaan adalah kekuatan jika kita bisa melakukan harmonisasi dengan baik, ” ujarnya.
Lebih dari 30 orang mahasiswa NUS yang berasal dari lima negara menjadi penari, penabuh, maupun panitia acara. Mahasiswa tersebut seluruhnya adalah sarjana yang mengambil mata kuliah Unmasked: An Introduction to Traditional Dance in Southeast Asia. Dimana kelas ini mengajarkan mahasiswa berbagai bentuk tari/drama tradisional di Asia Tenggara.
Sebagai bentuk totalitasnya, para mahasiswa menghabiskan waktunya di Bali selama satu minggu untuk belajar cara menyajikan pertunjukan Prembon dan melakukan tariannya. Proses kolaborasi juga melibatkan sanggar gamelan Singamurti Singapura serta sanggar tari Bali pertama dan satu-satunya di Singapura, Eka Swara Santhi.
Bali berkontribusi dengan menyalurkan 18 penabuh gamelan dan penari Bali yang berasal dari anak-anak muda dari Gianyar dalam acara ini. Dubes Suryopratomo juga menyatakan apresiasinya terhadap NUS yang mendukung pelestarian budaya tradisional di kalangan mahasiswa dan generasi muda.
Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Singapura, IGAK Satrya Wibawa, menyatakan bahwa acara ini adalah kali pertama cerita Sutasoma dipentaskan di Singapura. Genre pertunjukan ini mengangkat drama klasik Balinese Topeng Prembon. Topeng Prembon adalah salah satu genre klasik yang sangat populer di Bali tetapi jarang dilihat oleh wisatawan.
BACA JUGA:Datangkan Pengajar dari Universitas Negeri Malang, KBRI Singapura Latih Warga Singapura Main Gamelan
“Topeng prembon memang durasinya panjang dan menyajikan plot yang kompleks. Mungkin mirip seperti opera atau penamoilan broadway,” ujar staf pengajar Universitas Airlangga itu.
Kombinasi spektakuler tari, drama, dan musik ini, menurut IGAK Satrya Wibawa, merupakan tonggak penting bagi Indonesia dan Singapura. Penyelenggaraan produksi seperti ini di Singapura menciptakan peluang untuk kolaborasi lintas budaya dan kesadaran yang lebih besar antara kedua negara terkait.