SURABAYA, HARIAN DISWAY - Permasalahan pembayaran proyek senilai Rp 4,5 miliar antara PT Jaya Baru Elektodaya Telematika milik Farida dengan PT Mambol Jaya milik Ruben Kami, tampaknya berbuntut panjang. Pasalnya kemarin, Jumat, 20 Januari 2023, mediasi yang dilakukan di Polrestabes Surabaya tidak ada titik temu.
Mediasi tersebut berjalan cukup alot. Polisi mempertemukan dua kontraktor yang berseteru itu. Menurut Ruben Kami, Farida tidak mau mengakui kekurangan pembayaran Rp 4,5 miliar tersebut.
“Pertemuan ini tidak ada titik temu. Saya sebagai Direktur Utama PT Mambol Jaya Group merasa dirugikan. Karena tidak ada kejelasan kejelasan pasti dari pihak Jaya Baru. Terutama ibu Farida,” ungkap pengusaha asal Sorong, Papua Barat Daya itu, Sabtu, 20 Januari 2023.
Ruben mengatakan, ia akan kembali ke Sorong dan mengambil material proyek yang sudah masuk di lokasi. Serta akan menutup lokasi proyek. Sehingga proyek tersebut tidak dapat dilanjutkan sampai ada pembayaran oleh Farida.
BACA JUGA:Begini Kronologi Pengerusakan Rumah Kontraktor di Surabaya Versi Penagih Utang
“Saya akan ambil semua material yang ada, berdasarkan dengan kwitansi pembelian mereka. Saya akan palang lokasi proyek. Dan kalau ibu Farida merasa dirugikan, silahkan laporkan saya di Polres Aimas (Polres Sorong) atau di Polda Papua Barat Daya,” tegasnya.
Ruben juga menyampaikan, selama pengerjaan proyek PLTU di Sorong, PT Mambol Jaya tidak memiliki kontrak dengan PT Jaya Baru Elektrodaya Telematika. “Karena selama kerja ini saya minta kontrak mereka nggak kasih. Sehingga saya nggak buat LP,” imbuhnya.
Dalam mediasi, lanjut Ruben, ia meminta agar Farida mendatangkan orang-orang dan pekerja-pekerja lama yang bekerjasama dengannya di awal proyek.
Diketahui, pada proyek pembangunan PLTU di Sorong, perusahaan milik Ruben mendapatkan pengerjaan penimbunan. Materil penimbunan itulah yang nantinya akan diambil kembali oleh Ruben karena Farida belum menyelesaikan pembayaran.
Perkara ini mencuat di Surabaya karena pada Selasa, 16 Januari, Andre Kei Letsion, Ketua Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) Amkei Kepulauan Riau (Kepri) bersama rekan-rekannya mendatangi rumah yang difungsikan sebagai kantor PT Jabbaru di Gayung Kebonsari. Mereka mencari Farida dan ingin berkoordinasi terkait sisa pembayaran proyek.
Ketika itu, di sana ada beberapa orang yang menjaga rumah bercat kuning tersebut. Andre menanyai siapa orang yang dituakan di kelompok tersebut. Ia kemudian menyampaikan maksud kedatangannya untuk menemui Farida.
“Kami ingin bertemu dengan beliau (Farida) untuk mengklarifikasi terkait dengan hak-hak yang belum dibayar,” paparnya.
Andre menyampaikan, mereka lah yang diserang lebih dahulu oleh orang suruhan Farida itu. Orang-orang tersebut menggunakan batu, kayu, kapak, besi, dan berbagai benda keras lainnya untuk menyerang kelompok Andre.
Pada awal serangan, Andre dan anggotanya masih berusaha untuk menahan diri agar tidak terpancing. Namun, karena diserang terus menerus, rekan-rekan Andre melakukan perlawanan. Mereka melemparkan kembali barang-barang dilemparkan dari dalam pagar rumah.
“Jadi kami bukan preman. Kami bukan penjahat. Kami tidak melakukan penyerangan. Tapi mereka yang menyerang kami. Kami meminta pihak PT Jabbaru itu bisa profesional. Sehingga kita bisa mencari solusi yang terbaik untuk persoalan ini,” kata Andre.