HARIAN DISWAY - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menekankan pentingnya melakukan kolaborasi dan langkah konkrit dalam mengatasi dampak perubahan Iklim.
Hal tersebut ia sampaikan pada hari Sabtu, 23 Maret 2024, dalam peringatan Hari Meteorologi Dunia ke-74 dengan tema At The Frontline of Climate Action yang berlokasi di Jakarta.
Dwikorita menyebut, tercatat suhu bumi akibat perubahan iklim telah mengalami kenaikan hingga 1,45 derajat celcius. Angka ini mendekati kesepakatan yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris COP21 pada 12 Desember 2015, yang membatasi kenaikan suhu rata-rata global di angka 1,5℃ pada 2030.
Pada titik kenaikan suhu bumi telah mencapai 3 derajat celcius, maka bencana besar akan terjadi di mana-mana. Mencairnya es di kutub bumi akan menimbulkan kenaikan tinggi muka air laut. Kenaikan suhu akan memicu kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, serta cuaca yang lebih ekstrem dan merusak.
Dwikorita menuturkan bahwa fenomena perubahan iklim seharusnya mendapatkan perhatian serius serta penanganan yang konkrit, karena efek yang ditimbulkan dapat berdampak pada keberlangsungan hidup manusia.
BACA JUGA:Gempa Bawean, Nomeklatur Resmi BMKG Untuk Guncangan Tektonik di Laut Jawa Pada Jumat Siang dan Sore
"Persoalan ini (perubahan iklim-red) tidak dapat diselesaikan hanya melalui pertemuan, seminar, dan meeting. Terpenting, dari pertemuan itu dihasilkan aksi konkrit dan memiliki dampak besar terhadap upaya pencegahan dampak perubahan iklim," tutur Dwikorita.
Dwikorita menyebut penyusutan gletser di Puncak Jaya, Papua sebagai contoh nyata akibat adanya kenaikan suhu atas perubahan iklim.
Mantan Rektor UGM Yogyakarta tersebut menjelaskan bahwa luas tutupan salju abadi di Puncak Jaya mengalami penyusutan hingga 98 persen. Luas awal gletser sebesar 19,3 kilometer persegi di tahun 1850, menyusut hingga hanya tersisa 0,23 kilometer persegi di April tahun 2022.
Untuk itu Dwikorita menyampaikan, laju perubahan iklim dapat diatasi dengan memadukan dua aksi yaitu tindakan mitigasi dan tindakan adaptasi.
Mitigasi sendiri berfokus pada pengurangan penyebab pemanasan global dan perubahan iklim, sementara adaptasi merupakan proses penyesuaian atas dampak dari perubahan iklim itu sendiri.
BACA JUGA:Gempa Bawean, Nomeklatur Resmi BMKG Untuk Guncangan Tektonik di Laut Jawa Pada Jumat Siang dan Sore
Dalam Nationally Determined Contribution (NDC), upaya mitigasi dilakukan dengan penurunan emisi gas rumah kaca pada lima sektor yang terdiri dari sektor kehutanan, pertanian, industri, energi dan juga limbah.
Di samping itu, upaya adaptasi dilakukan dengan memperhatikan delapan fokus yaitu ketahanan pangan, ketahanan air, ketahanan ekosistem, kesehatan, kemandirian energi, pesisir dan pulau kecil, pemukiman perkotaan dan pedesaan, dan peningkatan kapasitas para pemangku kepentingan dan masyarakat. (Hayu Anindya Azzahra)