IDULFITRI tahun ini akan jadi Lebaran istimewa. Lihatlah hasil survei Kemenhub dan Badan Pusat Statistik (BPS) tentang mudik. Jumlah pemudik diperkirakan mencapai 193,6 juta. Itu berarti sekitar 71,7 persen jumlah penduduk. Artinya, 7 dari 10 penduduk akan bepergian ke luar kota di sekitar Idulfitri.
Itu akan menjadi rekor baru jumlah pemudik Lebaran. Selama ini, rekor jumlah pemudik ada pada tahun 2015 yang mencapai 23,4 juta orang. Sejak Covid-19, jumlah pemudik turun drastis. Tahun 2020, karena pembatasan sosial, pemudik hanya 294 ribu, pada 2021 ada 1,5 juta, dan baru pulih tahun lalu yang mencapai 123 juta orang.
Jawa Tengah (Jateng) akan jadi tujuan utama mudik. Sebanyak 61,6 juta orang akan masuk ke provinsi itu. Disusul Jawa Timur 37 juta, Jawa Barat 32 juta, Yogyakarta 11 juta, dan DKI Jakarta 6,4 juta.
BACA JUGA: Penumpang Pesawat Menumpuk di 6 dan 7 April, Menhub Imbau Pemudik Booking Tiket Lebih Awal
Dari sisi asal mudik, yang terbanyak justru Jawa Timur, yaitu mencapai 31,3 juta, disusul Jabodetabek 26,43 juta, dan Jateng 26 juta. Jawa Barat di luar Jabodetabek 22 juta dan Sumatera Utara 10,67 juta.
Dari sisi ekonomi, paling tidak ada tiga esensi ekonomi dari tradisi mudik Lebaran. Jika dikelola dengan baik, mudik akan memiliki dampak yang signifikan terhadap perekonomian nasional.
Yang pertama, mudik –dan arus balik– menciptakan perputaran uang yang begitu besar dan cepat (money velocity). Triliunan rupiah akan tertransfer dari kota ke kota dan dari kota ke desa hingga perkampungan. Tentu bukan saja uang tunai, tapi juta dalam bentuk barang seperti motor, pakaian, bahan makanan, dan sebagainya.
BACA JUGA: Kemenhub Tambah Lagi Kuota Mudik Gratis Dengan Bus Hingga 40 Ribu Orang, Siapa Cepat dia Dapat
Berdasar survei tahun 2023, pengeluaran pemudik rata-rata mencapai Rp 2,7 juta per orang. Dengan perkiraan jumlah pemudik mencapai 193,6 juta, pengeluaran diperkirakan mencapai Rp 522,72 triliun.
Itu setara dengan 2,5 persen PDB Indonesia yang tahun lalu Rp 20.892,4 triliun (atas harga berlaku). Nilai itu akan lebih besar lagi karena ribuan TKI juga pulang membawa devisa.
Menurut survei Kemenparekraf, pengeluaran terbesar pemudik adalah untuk transportasi, yaitu 23,4%. Lainnya adalah akomodasi 22%, makan minum 20%, dan pengeluaran oleh-oleh sekitar 14%.
Mudik tersebut tentu menjadi alat redistribusi ekonomi atau kekayaan. Dari kota ke desa. Dari berbagai riset, ada bentuk dalam redistribusi ekonomi yang khas dari dua tipe pemudik, pemudik sektor informal dan sektor formal.
Pemudik pertama, antara lain, para PKL, buruh, dan pembantu rumah tangga. Biasanya mereka membelanjakan uang di desa untuk renovasi rumah, membeli barang elektronik, pakaian, dan makanan.
Tipe kedua adalah mereka-mereka yang bekerja di sektor formal. Para profesional seperti dokter, pengacara, banker, pegawai swasta, pegawai negeri, dan pengusaha. Mereka umumnya meredistribusi kekayaannya dengan belanja di tempat wisata, sewa hotel, dan membagi-bagikan angpau kepada sanak saudara.