Kepada Jusuf Kalla (JK), Gilbert mengatakan tidak bermaksud menghina agama Islam. Gilbert mengaku tumbuh besar di lingkungan muslim dan belajar agama Islam sewaktu sekolah dasar.
BACA JUGA: Singapura Pernah Menolak Pendeta AS karena Menghina Islam
Gilbert: ”Tetapi, karena jemaat kita ada dua, ada jemaat gereja, ada jemaat online, jadi otomatis ada di YouTube kami. Tetapi, itu jelas ada tulisan ibadah Minggu. Jadi, karena itu sama sekali tidak dimaksudkan untuk umum.”
Sebaliknya, JK mengatakan, dirinya telah mengingatkan Pendeta Gilbert untuk saling menghargai antarumat beragama.
JK: ”Dalam Islam itu ayatnya: lakum dinukum waliyadin. Agama saya agama saya dan agamamu agamamu. Kita saling menghargai, tapi tidak saling mengkritik ataupun menghina apalagi.”
Dilanjut: ”Karena itulah, janganlah, sebelum meluas, kita harus selesaikan, padamkan. Tadi ia minta maaf, Islam itu pemaaf, jangan lagi. Itu alasannya.”
Gilbert juga sudah mendatangi pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan meminta maaf atas isi khotbahnya yang membuat gaduh itu. Pihak MUI sudah menerima permintaan maaf Gilbert.
Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah KH Cholil Nafis mengatakan, Gilbert telah menyadari bahwa MUI adalah rumah besar umat Islam sehingga ia hadir untuk memaparkan kronologi dan isi lengkap khotbahnya yang menimbulkan kegaduhan itu.
Cholil: ”Ia menyatakan tak ada niatan untuk menghina ajaran Islam, apalagi menciptakan perpecahan.”
Secara terpisah, Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi (Gus Fahrur) merespons pelaporan Pendeta Gilbert Lumoindong ke Polda Metro Jaya.
Fahrur: ”Saya kira tidak perlu dipolisikan. Sebaiknya cukup dengan ia meminta maaf kepada umat Islam. Bila seseorang sudah mengakui bersalah, maka dengan lapang dada kita harus bisa menerima dan memberi maaf.”
Ditutup: ”Mungkin ia hanya bercanda dan tidak ada niat melakukan penistaan ajaran agama Islam.”
Dari reaksi para tokoh agama itu, tampaknya Gilbert bakal aman. Karena semua tokoh agama itu mengatakan hal yang menyejukkan. Tidak ada yang ”keras” menentang. Mereka semua memaafkan Gilbert.
Dalam menangani perkara SARA, biasanya polisi mengamati reaksi di masyarakat. Tujuan polisi adalah menjaga ketertiban umum. Jika reaksi masyarakat secara umum dinilai bisa menimbulkan gangguan ketertiban umum, perkaranya diusut. Walaupun tidak berarti bahwa tindakan polisi atas dasar tekanan publik.
Tapi, kali ini polisi sedang memeriksa para saksi. Juga, mencari tahu lokasi gereja tempat Gilbert berceramah itu. Apakah itu berarti perkaranya bakal terus berlanjut atau tidak? Cuma polisi yang bisa menjawabnya. Dan, itu bisa diketahui, apakah laporan masyarakat itu masuk ke penyidikan atau tidak?
Yang aneh justru Gilbert. Hari gini ia masih membanding-bandingkan agama. Itu suatu kemunduran. Masyarakat sudah tidak lagi heboh soal agama, seperti satu dekade lalu. Kini sudah tenang. Malah Gilbert membuka masalah itu. (*)