Lansia Bekerja, Strategi Organisasi atau Peduli?

Rabu 01-05-2024,10:50 WIB
Oleh: Meutia Ananda

Sebagian orang yang berusia 65 tahun ke atas, misalnya, masih dapat memiliki motivasi berprestasi, berpikir analitis, serta memiliki energi yang besar jika dibandingkan dengan seusianya. Juga, rata-rata mereka akan tetap butuh tempat berkarier yang dapat membuat dirinya merasa produktif dan bahagia. 

Kita lihat negara Jepang. Seperti yang tertulis dalam beragam sumber, dengan jumlah penduduk Jepang yang mencapai 125 juta jiwa, terdapat hampir 13 juta orang berusia 80 tahun ke atas. Lalu, ada sekitar 20 juta orang berusia 75 tahun ke atas. 

Hal itu menyebabkan Jepang cukup bergantung pada lansia sehingga lebih dari 9 juta atau 13,6 persen lansia bekerja. Mungkin itu pulalah penyebab para lansia di Jepang sampai tua masih produktif sehingga harapan hidupnya lebih panjang. 

BACA JUGA: Hari Buruh, Masa Arus Balik Makin Panjang

BACA JUGA: Hari Buruh: Berawal Dari Revolusi, Kini Jadi Tradisi

Maka, jika ditinjau dari iklan mencari lansia aktif yang berusia 65 tahun ke atas pada perusahaan resto di Indonesia yang telah saya bahas di atas, keuntungan dari perusahaan tersebut salah satunya adalah mendapatkan seorang pekerja yang sudah memiliki banyak kekurangan, tetapi diprediksi masih tetap dapat bekerja dengan loyalitas yang lebih tinggi. 

Nantinya ketersediaan kru resto yang berada di posisi tertentu seperti bagian servis dan hospitality akan dapat teratasi. Dibandingkan dengan karyawan resto yang berusia muda yang fokus mereka masih pada dunia sosial, hiburan, dan apa yang dapat membuat mereka eksis. 

Tentu saja suatu perusahaan restoran tetap masih memerlukan adanya pekerja muda atau gen Z untuk dapat mengisi posisi tertentu. Yaitu, yang berhubungan dengan kreativitas, bagian lain yang menuntut kecekatan tinggi, atau yang menuntut perubahan cepat.

Respons dan animo calon karyawan yang tertarik memang masih belum dapat diketahui. Akan tetapi, hal itu sangat menarik untuk dilihat dari sisi strategi organisasi bisnis. Mengapa bisa menarik? 

Sebab, di era teknologi saat ini pekerja gen Z yang lebih banyak dicari dan lebih diandalkan oleh beragam organisasi dianggap dapat meningkatkan percepatan bisnis. Hal tersebut menyebabkan para pekerja tua sudah mulai tidak terlirik untuk menduduki posisi-posisi tertentu, kecuali yang memang memiliki keahlian yang lebih dan posisi yang tidak dapat digantikan gen Z. 

Akan tetapi, seperti yang sudah banyak diulas bahwa gen Z bukanlah pekerja yang loyal, sering berubah keinginan dan mood-nya. Hal itu cukup menantang bagi bagian SDM sehingga pekerja yang lebih loyal dapat bekerja dalam situasi yang rutin dan monoton serta tidak banyak menuntut akan tetap perlu dicari.

Dengan mempekerjakan seorang lansia pada suatu geliat bisnis, citra positif juga akan meningkat bagi industri tersebut bila dibandingkan dengan kompetitor lain yang serupa. Persaingan bisnis hari ini mungkin memaksa para pemilik bisnis untuk dapat memberikan value lebih kepada industrinya agar mendapatkan exposure dan penerimaan bagi masyarakat. 

Hal tersebut akan menjadi upaya strategi memainkan psikologis konsumen melalui hal yang lebih positif. Masyarakat akan dapat beranggapan bahwa industri tersebut berbeda dengan pesaing lainnya karena memiliki kepedulian yang tinggi dan tidak sekadar memikirkan bisnis semata. 

Namun, juga memikirkan pemberdayaan bagi lansia. Strategi tersebut tentu cukup efektif mencuri perhatian masyarakat. 

Bagaimana jika itu diterapkan di banyak perusahaan di Indonesia? Apakah memungkinkan untuk diwujudkan? Hal tersebut mungkin akan menjadi tantangan bagi divisi SDM ataupun human capital karena mereka harus memberikan perlakuan yang khusus kepada para lansia tersebut. 

Dengan kondisi fisik dan psikologis yang sudah mengalami perubahan antara pekerja produktif dan lansia, tentu saja hal itu tidak dapat dianggap remeh tanpa perencanaan yang matang dari mereka. 

Kategori :